Mendengar pasungan, teringat akan masa-masa zaman dahulu kala. Siapa yang menyangka di zaman sekarang, masih ada yang menerapkan pemasungan terhadap keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Padahal, memasung sama artinya dengan merampas hak hidup seseorang.
Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) memiliki hak hidup yang layak. Mereka harus dirawat dan dijaga dengan benar, baik oleh keluarganya, masyarakat, maupun pemerintah.
Hak hidup orang gila, ada dalam Undang-undang Kesehatan Jiwa, Nomor 23 Tahun 1966, yang mana pasien dengan gangguan jiwa yang terlantar, harus mendapatkan perawatan dan pengobatan pada suatu tempat perawatan.
Penderita gangguan sakit jiwa juga tidak boleh dipasung, karena masalah pasung dan penelantaran, sebenarnya sudah diatur dalam peraturan sejak lama.
Bahkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor PEM.29/6/15, tertanggal 11 November 1977, yang ditujukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia, meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa, dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan perawatan penderita di Rumah Sakit Jiwa.
Kemudian di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 149 menjelaskan, bahwa penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya, dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau kemanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Tapi pada kenyataannya, masih banyak ODMK yang di pasung, bahkan dengan kondisi-kondisi yang sangat ekstrem, seperti di fiksasi di kayu, di rantai, di kandang, atau diasingkan di tengah hutan yang jauh dari masyarakat.
Dari data Riskesdas 2007, ada sekitar 13.000-24.000 orang dengan masalah kejiwaan yang di pasung. Jumlah ini belum termasuk ODMK yang terlantar, diabaikan, dan menggelandang.
"Dalam bidang medis tidak ada istilah pasung. Pasung itu adalah persepsi masyarakat pada ODMK supaya tidak mengganggu orang lain," tutur dr. Ratna Rosita, MPHM, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, pada Pertemuan Lintas Sektor dalam Mencapai Akses Kesehatan Jiwa dan Menuju Indonesia Bebas Pasung, di Gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis (7/10/2010).
Banyak alasan mengapa keluarga harus memasung ODMK, antara lain :
1. Mengganggu orang lain atau tetangga
2. Membahayakan dirinya sendiri
3. Jauhnya akses pelayanan kesehatan
4. Tidak ada biaya
5. Ketidakpahaman keluarga dan masyarakat tentang gangguan jiwa
Padahal menurut dr. Ratna, semua ODMK berhak mendapatkan perawatan dan pengobatan yang layak, termasuk orang yang tidak mampu, miskin, terlantar, terabaikan, dan menggelandang.
"Semua ODMK yang tidak mampu dan miskin dibiayai oleh pemerintah. Mereka tidak perlu membayar biaya perawatan sepanjang terdaftar dalam Jamkesmas dan Jamkesda. Kalau belum punya, ya didaftarkan dulu," jelas dr. Ratna lebih lanjut.
Intinya, dr. Ratna menghimbau, tidak boleh ada stigma, diskriminasi, dan marjinalisasi pada penderita gangguan jiwa. Tidak boleh ada ODMK yang dipasung.
Ternyata jumlah pemasungan terhadap penderita sakit jiwa pada zaman sekarang, terbilang cukup banyak. Mungkin bahkan lebih banyak dibandingkan jumlah di zaman dahulu. Sungguh tidak berperikemanusiaan sama sekali!!!
Sumber : health.detik.com, berbagai sumber lainnya
Editor : AdeL`FarouK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”