Salah satu misi diutusnya Rasulullah SAW ke muka bumi adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia, sebagaimana sabdanya yang artinya,
''Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.''
(",)v
Sumber : republika.co.id
Oleh : H. Ahmad Dzaki, MA
Misi
yang sangat mulia ini tentu saja bukan tanpa halangan dan rintangan.
Berbagai macam cobaan, Rasulullah SAW hadapi. Perlakuan tidak manusiawi
dari kaum kafir quraisy, ia hadapi dengan hati yang tenang dan akhlak
yang agung. Maka pantas, bila Allah SWT memujinya dalam sebuah ayat Al Qur’an yang artinya, ''Sungguh telah ada pada dirimu (Muhammad) akhlak yang agung.''
Memiliki akhlak yang agung bukan perkara mudah. Tidak setiap orang mampu memiliki akhlak tersebut. Ulama membagi akhlak menjadi empat macam.
Pertama, Al-akhlaq Al-Sayyi’ah, yaitu akhlak yang buruk. Orang yang memiliki akhlak tercela ini adalah orang-orang yang merugi. Rasulullah SAW mengangkat derajat kita, agar jangan memiliki akhlak yang tercela.
Rasulullah SAW melarang ummatnya berkata-kata yang kotor, melarang perbuatan yang merusak dan mengganggu ketentraman orang lain.
Kedua, Al-Akhlak Al-Hasanah, adalah akhlak yang baik. Dalam level ini, seorang muslim dianjurkan untuk selalu menampilkan jati dirinya sebagai seorang Muslim yang berakhlak baik, membiasakan diri berkata baik, senang bersedekah, sopan terhadap orang lain dan kegiatan-kegiatan lain yang mencerminkan akhlak yang baik.
Ketiga, Al-Akhlak Al-karimah, yaitu akhlak yang mulia. Pada posisi ini seorang Muslim tidak boleh membalas kejahatan orang lain yang berbuat jahat kepadanya. Apapaun yang terjadi, seorang Muslim tidak boleh memposisikan dirinya sama dengan orang yang berbuat jahat.
Bila kejahatan dibalas dengan kejahatan, apa bedanya dia dengan orang yang berbuat jahat. Dalam realita kehidupan di masyarakat, kita sulit membiarkan orang yang berbuat jahat. Seringkali kita membalasnya dengan kejahatan pula, padahal ini jelas dilarang agama.
Seorang Muslim sayogyanya menjaga ‘izzah-nya (kemuliaannya) di manapun berada, sehingga bila ada orang yang berlaku jahat kepadanya, dengan mudah ia meredam emosinya dan tidak membalasnya dengan kejahatan pula.
Keempat, Al-Akhlaq Al-‘adzimah, yaitu akhlak yang agung. Orang yang memiliki akhlak yang agung ini amatlah jarang, karena tentu saja pada level ini tidak sembarang orang mampu meraihnya.
Seseorang yang berakhlak agung tidak pernah melakukan Al-Akhlaq Al-Sayyi’ah. Dia senantiasa melakukan Al-Akhlaq Al-Karimah dalam kehidupannya. Bila ada seseorang yang melakukan berbuat jahat kepadanya, ia tidak membalasnya.
Bahkan, kejahatan itu ia balas dengan kebaikan. Sungguh luar biasa, dan inilah yang sering dilakukan Rasulullah SAW dalam melakukan dakwahnya.
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam memberikan suri tauladan kepada para sahabat, memberikan dampak yang luar biasa. Para sahabat yang berakhlak mulia seperti Abu Bakar ash-Shiddiq dan lainnya adalah buah dari keteledanan Rasulullah SAW.
Alangkah indahnya bila para pemimpin kita memiliki akhlak seperti Rasulullah SAW, menularkan akhlak mulia kepada orang lain terutama kepada orang-orang terdekat. Belajarlah dari Rasulullah SAW. Teladani akhlak Rasulullah SAW dan amalkan ajarannya. Wallahu 'alam bish-shawab
Memiliki akhlak yang agung bukan perkara mudah. Tidak setiap orang mampu memiliki akhlak tersebut. Ulama membagi akhlak menjadi empat macam.
Pertama, Al-akhlaq Al-Sayyi’ah, yaitu akhlak yang buruk. Orang yang memiliki akhlak tercela ini adalah orang-orang yang merugi. Rasulullah SAW mengangkat derajat kita, agar jangan memiliki akhlak yang tercela.
Rasulullah SAW melarang ummatnya berkata-kata yang kotor, melarang perbuatan yang merusak dan mengganggu ketentraman orang lain.
Kedua, Al-Akhlak Al-Hasanah, adalah akhlak yang baik. Dalam level ini, seorang muslim dianjurkan untuk selalu menampilkan jati dirinya sebagai seorang Muslim yang berakhlak baik, membiasakan diri berkata baik, senang bersedekah, sopan terhadap orang lain dan kegiatan-kegiatan lain yang mencerminkan akhlak yang baik.
Ketiga, Al-Akhlak Al-karimah, yaitu akhlak yang mulia. Pada posisi ini seorang Muslim tidak boleh membalas kejahatan orang lain yang berbuat jahat kepadanya. Apapaun yang terjadi, seorang Muslim tidak boleh memposisikan dirinya sama dengan orang yang berbuat jahat.
Bila kejahatan dibalas dengan kejahatan, apa bedanya dia dengan orang yang berbuat jahat. Dalam realita kehidupan di masyarakat, kita sulit membiarkan orang yang berbuat jahat. Seringkali kita membalasnya dengan kejahatan pula, padahal ini jelas dilarang agama.
Seorang Muslim sayogyanya menjaga ‘izzah-nya (kemuliaannya) di manapun berada, sehingga bila ada orang yang berlaku jahat kepadanya, dengan mudah ia meredam emosinya dan tidak membalasnya dengan kejahatan pula.
Keempat, Al-Akhlaq Al-‘adzimah, yaitu akhlak yang agung. Orang yang memiliki akhlak yang agung ini amatlah jarang, karena tentu saja pada level ini tidak sembarang orang mampu meraihnya.
Seseorang yang berakhlak agung tidak pernah melakukan Al-Akhlaq Al-Sayyi’ah. Dia senantiasa melakukan Al-Akhlaq Al-Karimah dalam kehidupannya. Bila ada seseorang yang melakukan berbuat jahat kepadanya, ia tidak membalasnya.
Bahkan, kejahatan itu ia balas dengan kebaikan. Sungguh luar biasa, dan inilah yang sering dilakukan Rasulullah SAW dalam melakukan dakwahnya.
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam memberikan suri tauladan kepada para sahabat, memberikan dampak yang luar biasa. Para sahabat yang berakhlak mulia seperti Abu Bakar ash-Shiddiq dan lainnya adalah buah dari keteledanan Rasulullah SAW.
Alangkah indahnya bila para pemimpin kita memiliki akhlak seperti Rasulullah SAW, menularkan akhlak mulia kepada orang lain terutama kepada orang-orang terdekat. Belajarlah dari Rasulullah SAW. Teladani akhlak Rasulullah SAW dan amalkan ajarannya. Wallahu 'alam bish-shawab
(",)v
Sumber : republika.co.id
Oleh : H. Ahmad Dzaki, MA
kenapa harus main di BOLAVITA ?
BalasHapuskarena kami memberikan Bonus FreeKredit Untuk Setiap Member Baru Gabung Dengan BOLAVITA
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
whatup : 08122222995
Wechat : Bolavita
Line : Cs_bolavita
BBM: D8C363CA