Diceritakan bahwa suatu hari Rasulullah SAW menegur para sahabat dan
orang-orang Muslim yang sedang bergerombol duduk di pinggir jalan.
Mereka bercengkerama dan berdiskusi di tempat itu lantaran tidak adanya
balai pertemuan. Rumah-rumah mereka juga tidak begitu luas.
Rasulullah
menegur mereka untuk pindah dari tempat itu dan meninggalkan kebiasaan
lama bergerombol dan mengobrol di pinggir jalan. Namun, para sahabat
keberatan karena tidak ada tempat yang layak untuk berkumpul.
“Ya Rasulullah, kami terpaksa memakai tempat ini sebagai tempat berdiskusi.” Kemudian Rasul bersabda, “Kalau memang kalian enggan pindah, maka tunaikanlah haknya.” Para sahabat itu bertanya, “Apakah hak jalan itu?”
Pertama, Rasul menjawab, ghaddul bashar, yaitu menundukkan pandangan. Setan akan terus berusaha dengan segala macam cara untuk menggelincirkan manusia dari jalan ketaatan menuju kemaksiatan.
Begitu banyak kenikmatan sesaat dan pemandangan elok di sekitar jalan. Saat kita menurutinya, kita telah melakukan kemaksiatan dan tanpa sadar hal itu akan melalaikan diri dari ibadah. Menundukkan pandangan adalah solusi agar kita terus ingat hakikat diri, bahwa kita seorang hamba yang patut berlindung kepada Allah SWT.
Kedua, kafful adzaa, yakni tidak mengganggu dan menyakiti orang lain. Duduk-duduk di sekitar jalan tanpa pekerjaan akan mengakibatkan kekosongan pikiran. Hal itu dapat menggiring pada tindakan yang tidak bermanfaat, seperti ghibah, mengumpat, mengganggu pejalan kaki, hingga menyakiti orang lain. Semuanya seakan tampak menyenangkan, padahal hakikatnya sangatlah merugikan.
Ketiga, raddus salam, menjawab salam. Menebar salam sesama Muslim merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan, terlebih menjawabnya. Tidak akan gugur kewajiban menjawab salam bagi sekelompok orang, hingga salah satu dari mereka ada yang menjawabnya. Dengan menebar dan menjawab salam di jalan, selain sebagai bentuk doa, juga menjadi media untuk saling mengenal, sehingga akan tercipta keamanan dan ketertiban.
Keempat, al-amru bil ma’ruf, mengajak pada kebaikan. Meski berada di jalan, hendaknya tetap melakukan kebaikan. Kebaikan tidak harus dalam bentuk besar, tapi juga bisa dengan cara yang kecil dan mudah. Misalnya menunjukkan arah (lokasi) yang benar bagi pejalan kaki atau orang-orang yang membutuhkan informasi penting.
Adapun hak jalan kelima yang wajib dipenuhi adalah an-nahyu ‘anil munkar, mencegah kemunkaran. Pada dasarnya setiap pribadi manusia adalah khalifah di muka bumi. Ia memiliki tugas menebar kebaikan dan mencegah kemungkaran sesuai kemampuannya. Caranya bisa dengan tindakan, ucapan, maupun sekadar ketukan dalam hati. Sesungguhnya Allah SWT tidak membebani manusia melebihi batas kemampuannya. (QS. Al-Baqarah [2]: 286.
(",)v
Sumber : republika.co.id
Oleh : M. Sinwani
“Ya Rasulullah, kami terpaksa memakai tempat ini sebagai tempat berdiskusi.” Kemudian Rasul bersabda, “Kalau memang kalian enggan pindah, maka tunaikanlah haknya.” Para sahabat itu bertanya, “Apakah hak jalan itu?”
Pertama, Rasul menjawab, ghaddul bashar, yaitu menundukkan pandangan. Setan akan terus berusaha dengan segala macam cara untuk menggelincirkan manusia dari jalan ketaatan menuju kemaksiatan.
Begitu banyak kenikmatan sesaat dan pemandangan elok di sekitar jalan. Saat kita menurutinya, kita telah melakukan kemaksiatan dan tanpa sadar hal itu akan melalaikan diri dari ibadah. Menundukkan pandangan adalah solusi agar kita terus ingat hakikat diri, bahwa kita seorang hamba yang patut berlindung kepada Allah SWT.
Kedua, kafful adzaa, yakni tidak mengganggu dan menyakiti orang lain. Duduk-duduk di sekitar jalan tanpa pekerjaan akan mengakibatkan kekosongan pikiran. Hal itu dapat menggiring pada tindakan yang tidak bermanfaat, seperti ghibah, mengumpat, mengganggu pejalan kaki, hingga menyakiti orang lain. Semuanya seakan tampak menyenangkan, padahal hakikatnya sangatlah merugikan.
Ketiga, raddus salam, menjawab salam. Menebar salam sesama Muslim merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan, terlebih menjawabnya. Tidak akan gugur kewajiban menjawab salam bagi sekelompok orang, hingga salah satu dari mereka ada yang menjawabnya. Dengan menebar dan menjawab salam di jalan, selain sebagai bentuk doa, juga menjadi media untuk saling mengenal, sehingga akan tercipta keamanan dan ketertiban.
Keempat, al-amru bil ma’ruf, mengajak pada kebaikan. Meski berada di jalan, hendaknya tetap melakukan kebaikan. Kebaikan tidak harus dalam bentuk besar, tapi juga bisa dengan cara yang kecil dan mudah. Misalnya menunjukkan arah (lokasi) yang benar bagi pejalan kaki atau orang-orang yang membutuhkan informasi penting.
Adapun hak jalan kelima yang wajib dipenuhi adalah an-nahyu ‘anil munkar, mencegah kemunkaran. Pada dasarnya setiap pribadi manusia adalah khalifah di muka bumi. Ia memiliki tugas menebar kebaikan dan mencegah kemungkaran sesuai kemampuannya. Caranya bisa dengan tindakan, ucapan, maupun sekadar ketukan dalam hati. Sesungguhnya Allah SWT tidak membebani manusia melebihi batas kemampuannya. (QS. Al-Baqarah [2]: 286.
Sungguh
indahnya saat pengguna jalan, mulai dari pejalan kaki, hingga mereka
yang duduk-duduk di sekitar jalan untuk saling menghargai dan menunaikan
haknya. Suasana tenang pasti akan terasa. Keamanan akan tercipta dan
kesemrawutan jalan akan sirna, karena setiap pribadi tak lagi
mementingkan dirinya sendiri.
(",)v
Sumber : republika.co.id
Oleh : M. Sinwani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”