Rabu, 12 September 2012
Harga Segelas Air (Renungan)
Suatu ketika, Khalifah Harun Al-Rasyid duduk gelisah. Untuk meringankan beban pikirannya, ia mengundang ulama terkemuka pada masanya, Abu As-Sammak. “Nasihatilah aku!” pinta Khalifah.
Pada saat yang sama, pelayan membawa segelas air untuk Khalifah. Sebelum minum, Abu As-Sammak berkata, “Tunggu sebentar. Seandainya dalam keadaan sangat haus, sedangkan segelas air ini tidak kau peroleh, berapakah harga yang kau siap bayar? Jawablah dengan jujur!”
“Setengah dari kekayaanku,” jawab Khalifah.
Sang ulama pun mempersilakan khalifah minum. Selesai minum, Abu As-Sammak bertanya lagi, “Seandainya air tadi mendesak untuk dikeluarkan, tapi kau tak mampu mengeluarkannya, berapakah yang akan engkau bayarkan agar ia keluar?”
Khalifah menjawab, “Setengah dari kekayaanku.”
“Kalau demikian, sadarilah bahwa seluruh kekayaan dan kekuasaan yang ada di sisimu, nilainya hanya segelas air. Tidak wajar diperebutkan dan dipertahankan tanpa hak. Ketahuilah, betapa banyak nikmat Allah selain segelas air itu yang telah engkau nikmati, sehingga tidak wajar jika engkau tidak mensyukurinya,” nasihat Abu As-Sammak kepada Harun Al-Rasyid.
Dialog singkat di atas memberikan pelajaran berharga. Pertama, hendaklah para penguasa negeri (umara) dalam seluruh tingkat untuk senantiasa meminta dan mendengar nasihat para ulama. Selagi para umara masih mendengar nasihat ulama, negeri ini akan selamat dari murka Allah.
Kedua, nilai segelas air. Air sangat berharga dalam kehidupan manusia. Manusia akan mati jika kekurangan cairan (dehidrasi). Air adalah awal dan sumber kehidupan alam semesta. Allah turunkan air yang tidak asin dengan kadar tertentu agar mendatangkan kebaikan kepada manusia dan alam semesta. (QS. Al-Waqi’ah [56]: 68-70).
Bumi yang kering akan kembali subur, binatang yang kehausan dan kepanasan akan tersenyum dengan air, dan tanam-tanaman akan tumbuh dengan subur, serta rezeki akan melimpah tumbuh dari perut bumi. (QS. [2]: 22, [7]: 57,dan [14]: 32).
Kapan makan dan minum yang paling nikmat? Yakni, ketika lapar dan haus. Itulah sebabnya Allah SWT mewajibkan kita puasa. Salah satunya, agar enak makan dan minum. Tetaplah lapar, karena hanya orang lapar yang mengerti arti sebutir nasi. Tetaplah haus, karena hanya orang haus yang mengerti arti setetes air. Itulah makna bersyukur sebagai salah satu tujuan puasa. (QS. [2]: 185).
Meskipun lapar dan haus, makan dan minumlah seperlunya (kebutuhan) dan jangan berlebihan. (QS. [2]: 60, [7]: 31, [20]: 81). Bagi yang tidak enak makan, tak perlu minum obat nafsu makan. Tapi cukup dengan berpuasa, niscaya baik akibatnya (QS. [2]: 184).
Makna berikutnya, makan yang enak adalah ketika makan bersama orang-orang lapar, baik karena puasa maupun kemiskinan. Memberi hidangan berbuka, akan dibalas dengan pahala orang yang berpuasa. Begitu juga memberi makan anak yatim dan dhuafa. (QS. [76]: 8-10).
Jangan makan bersama orang yang kenyang. Sebab, kenikmatan akan hilang dan akhirnya makanan dibuang-buang. Itulah kekufuran (QS. [2]: 152) dan perbuatan setan (QS. [17]: 26).
(",)v
Sumber : republika.co.id
Oleh : Hasan Basri Tanjung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”