Minggu, 12 September 2010
Kaum Eta Korban Diskriminasi Bangsa Jepang
Jepang merupakan salah satu negara termaju di dunia. Kerja keras dan semangat yang tinggi adalah bagian ciri khasnya. Namun, bukan berarti Jepang pun maju dalam segala hal. Masih ada soal diskriminasi yang mendarah daging di dalam aspek kehidupan masyarakatnya, hingga detik ini.
Meski hal tersebut tidaklah terlalu mencolok, akan tetapi pengkotakan terhadap suatu kaum yang dianggap tak layak tetap terasa kental, terutama dalam hal pernikahan dan pekerjaan, apalagi yang berada diluar wilayah Kansai.
Kaum Eta dalam masyarakat feodal Jepang adalah kaum yang menempati strata paling rendah dalam masyarakat. Bahkan, mereka dianggap tidak layak menempati salah satu kasta yang ada.
Pekerjaan kaum Eta, yaitu yang berkaitan dengan penyembelihan hewan, mengurus pemakaman, algojo, penyamakan kulit, merupakan pekerjaan umum dari kaum Eta.
Karena dalam agama Buddha dan Shinto (di Jepang) pekerjaan mereka termasuk dalam pekerjaan yang menjijikkan / rendahan. Maksudnya adalah pekerjaan, seperti menyembelih hewan, algojo sebaiknya harus dihindari, karena akan berakibat kurang baik bagi diri sendiri.
Eta secara harfiah berarti "orang-orang kotor / menjijikkan" (filthy mass, abundance of filth). Ini dikaitkan dengan pekerjaan mereka. Oleh karenanya, kaum Eta tidak boleh hidup bersama dengan "orang normal", dan harus tinggal di daerah terbuang.
Hal-hal diskriminasi terhadap kaum Eta di Jepang, meliputi :
* Tidak boleh hidup berdampingan dengan kasta lain, tinggal di daerah buangan.
* Pekerjaan hanya urusan kematian, algojo, hewan sembelihan, penyamakan kulit. Positifnya, profesi-profesi ini menjadi monopoli kaum Eta, hingga banyak yang hidup berkecukupan dari pekerjaan tersebut.
* Tidak berhak memiliki sawah. Positifnya, karena pajak berdasar kepemilikan lahan pertanian (beras), maka kaum Eta bebas pajak.
* Tidak berhak beribadah di kuil yang umum. Hanya di kuil yang disediakan khusus untuk mereka.
* Penamaan dalam agama Buddha (Jepang), acapkali dengan kata binatang, rendah hati, hina, hamba, dan ekspresi menghina lainnya dalam huruf kanji.
* Bila berhadapan dengan golongan berkasta, harus sopan dan merendahkan diri. Pada tahun 1869 dikatakan nilai orang Eta adalah 1/7 orang umum di Jepang.
* Tidak boleh menikahi orang berkasta.
Selain kaum Eta, ada beberapa kaum buangan lainnya di Jepang, yaitu :
1. Kaum Hinin (bukan manusia)
Definisi hinin, serta status sosial mereka dan pekerjaan khas bervariasi dari waktu ke waktu, tetapi biasanya termasuk mantan narapidana dan gelandangan yang bekerja sebagai penjaga kota, pembersih jalan atau penghibur.
2. Kaum Kawaramono (kering, orang sungai)
Beberapa orang buangan juga disebut kawaramono (kering, orang sungai) karena mereka tinggal di sepanjang tepi sungai yang tidak bisa diubah menjadi sawah.
3. Kaum Burakumin (orang-orang pemukiman kecil)
Burakumin adalah sebutan untuk orang Jepang yang merupakan keturunan kaum terbuang, terutama Eta, Hinin, dan Kawaramono. Secara harfiah Burakumin berarti "Orang-orang pemukiman kecil", dimana hal ini merujuk pada pemukiman kaum Eta yang terpisah dari kasta lain dalam masyarakat feodal.
Istilah Burakumin ini secara de jure (legal) ada, hingga dihapuskannya sistem kasta di tahun 1871 seiring semangat persamaan di Era Restorasi Meiji (mulai 1869). Namun, secara de facto hingga sekarang, diskriminasi terhadap Burakumin masih ada.
Diskriminasi terhadap Burakumin masih berlaku hingga sekarang walau tersamar :
* Dalam daftar warga ditulis kyu-eta (mantan eta), lalu diganti shin-heimin (warga baru) dan terakhir pada 1900-an tokushu-buraku (pemukiman khusus). Sekarang sudah tidak dipakai lagi.
* Diskriminasi dalam pekerjaan. Walau saat ini keturunan burakumin bisa bekerja dimana saja, namun posisi jabatan yang tinggi tidak bisa mereka duduki.
* Diskriminasi dalam pernikahan. Yang paling toleran adalah wilayah Kansai, kecuali : Osaka, Kyoto, Hyogo, dan Hiroshima. Keluarga kolot tidak memperbolehkan anak mereka menikah dengan keturunan Burakumin. Menyewa jasa penyelidikan asal-usul adalah hal biasa di Jepang, walau sekarang adalah hal ilegal. Di Kansai saat ini 60%-80% keturunan Burakumin menikah dengan non-Burakumin. Pada tahun 1960-an hanya 10%.
* Tetapi di Osaka, Kyoto, Hyogo dan Hiroshima, stigma masih ada. Burakumin dianggap biang kemelaratan, pengangguran, dan kriminal.
* Anggota Yakuza, 60% adalah Burakumin menurut pengakuan seorang mantan anggota intelijen jepang Mitsuhiro Sugnuma. Anggota Yamaguchi-gumi (Yakuza terbesar), 70% nya adalah Burakumin, menurut David E. Kaplan dan Alec Dubro dalam bukunya Yakuza : The Explosive Account of Japan's Criminal Underworld (Reading, Massachusetts : Addison-Wesley Publishing Co., 1986).
Penyebab diskriminasi Burakumin yang sampai saat ini masih digunakan adalah registri keluarga Jepang (koseki). Hukum Jepang mengharuskan semua rumah tangga Jepang untuk melaporkan kelahiran, pengakuan dari ayah, adopsi, gangguan dari adopsi, kematian, pernikahan, dan perceraian warga Jepang ke otoritas lokal mereka. Yang mengkompilasi catatan tersebut mencakup semua warga negara Jepang dalam yurisdiksi mereka.
Pernikahan, adopsi, dan pengakuan dari ayah, menjadi hukum yang efektif hanya bila peristiwa tersebut dicatat di koseki tersebut. Kelahiran dan kematian secara hukum menjadi efektif karena terjadi, tetapi peristiwa tersebut harus diajukan oleh anggota keluarga.
Dalam Koseki ini tercantum juga asal usul warga negara, hingga ke jaman feodal dulu. Sehingga, setiap orang bisa dirunut berasal dari garis keturunan kasta apa sebenarnya. Hukum Jepang sekarang melarang orang selain empunya dan pemerintah untuk mengakses data ini.
Ditahun 1975, sempat beredar daftar dalam buku Tokushu Buraku Chimei Soukan (Daftar Komprehensif Nama Daerah Buraku) dan dijual dengan harga antara 5.000 hingga 50.000 yen. Umumnya, pembelinya adalah keluarga kolot dan perusahaan-perusahaan. Kabarnya termasuk perusahaan besar seperti Toyota, Nissan, Honda, dan Daihatsu. Sekarang daftar dalam buku tersebut sudah dilarang beredar.
Karena penyelidikan melalui Kouseki dan Buku Tokushu tadi sudah dilarang, sekarang keluarga dan perusahaan yang masih kolot, diam-diam menyewa jasa penyelidikan asal-usul (walau ini juga kegiatan ilegal) dengan biaya yang mahal, demi menghindari memilih Burakumin, menjadi menantu keluarga atau pejabat perusahaan. (",)v
Sumber : apakabardunia.com, berbagai sumber lainnya
Editor : AdeL`FarouK
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”