Kamis, 05 Januari 2012
Pilihan Sang Anak (Renungan)
Namanya singkat saja, Zaid, umur baru delapan tahun. Tetapi, dia sudah mengalami peristiwa yang mengguncangkan hatinya dan membuatnya sedih tiada tara. Dia masih ingat bagaimana takutnya dia malam itu, tak kala dua tangan kasar mengangkatnya dengan paksa ke atas kuda lalu dibawa pergi meninggalkan ibu yang sangat disayanginya.
Malam itu, segerombolan orang berkuda datang menyerang perkampungan Bani Ma'an, merampas harta benda penduduk, melarikan unta-unta, dan menculik anak-anak, termasuk Zaid putra Haritsah. Ia baru beberapa hari berada di perkampungan itu, dibawa oleh ibunya Su'da binti Tsa'labah mengunjungi familinya.
Para penculik membawa Zaid ke pasar Ukaz di Makkah dan menawarkannya kepada pembeli. Putra Haritsah itu dibeli oleh Hakam bin Hazam bin Khuwailid, kemenakan Khadijah binti Khuwailid. Waktu itu, Khadijah baru saja menikah dengan pemuda Muhammad bin Abdullah. Sebagai hadiah perkawinan bibinya itu, Hakam memberikan Zaid kepada Khadijah yang kemudian oleh Khadijah dihadiahkan kepada suaminya, Muhammad. Sejak itulah Zaid diasuh, disayangi, dan dididik oleh Muhammad.
Kedua orang tua Zaid sudah hampir putus asa untuk menemukan anak mereka itu. Tapi, secercah harapan muncul tatkala satu rombongan peziarah yang baru datang dari Makkah memberi kabar bahwa mereka bertemu dan bercakap-cakap dengan Zaid di Makkah. Ayah dan paman Zaid segera berangkat ke Makkah menemui Muhammad, majikan Zaid.
"Wahai putra Abdul Muthalib, Anda tetangga rumah Allah yang senantiasa membantu orang yang dalam kesulitan, memberi makan orang lapar, memberi minum orang haus. Kami datang kepada Anda hendak menjemput anak kami yang tinggal bersama Anda. Kami membawa uang secukupnya untuk tebusan. Serahkanlah anak kami, akan kami tebus berapa pun Anda kehendaki," kata ayah Zaid.
Muhammad menjawab dengan bertanya, "Tidak adakah pilihan yang lebih baik bagi tuan-tuan selain menebus. Saya akan memanggil anak itu kemari. Suruh dia memilih sendiri antara saya dan tuan-tuan. Jika dia memilih tuan-tuan, maka dia boleh tuan bawa tanpa uang tebusan. Dan, jika dia memilih saya, demi Allah! Saya bukan tak ingin dipilihnya." Jawab mereka, "Itulah seadil-adilnya."
Muhammad memanggil Zaid, lalu bertanya kepadanya. "Kenalkah engkau, siapakah kedua tuan-tuan ini?" Kata Zaid, "Ini adalah ayahku Haritsah bin Syurahil dan ini pamanku Ka'ab." "Sekarang pilih olehmu, hai Zaid. Mana yang lebih engkau sukai, pergi bersama ayah dan pamanmu atau tetap tinggal bersama saya?" Zaid menjawab, "Aku memilih tinggal bersama Anda."
Ayah Zaid berkata, "Mengapa engkau lebih suka memilih perbudakan daripada ayah ibu kandungmu?" Zaid menjawab, "Karena aku tahu, Tuan ini lain dari yang lain. Aku tidak mau berpisah dengannya selamanya."
Anak itu telah menjatuhkan pilihannya. Pilihannya tidak salah. Kelak orang yang dipilihnya itu diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Dan, Zaid RA tercatat sebagai laki-laki pertama yang beriman kepada Nabi Muhammad SAW selain Ali bin Abi Thalib RA. Zaid menjadi saksi sejarah perjalanan dakwah Islam sejak awal kenabian, sampai kemudian beliau gugur sebagai syahid dalam Perang Mu'tah pada tahun kedelapan hijriah. Zaid mempertahankan bendera Islam sampai titik darah penghabisan.
(",)v
Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : Prof. Dr. Yunahar Ilyas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”