Sabtu, 07 Januari 2012
Madilog
Karya : Tan Malaka
Penerbit : Narasi
Dalam karyanya Madilog ini, Tan Malaka menuangkan berbagai macam pemikiran yang telah lama menggumpal dalam dirinya. Pemikiran yang murni dan keluar dari argumennya sendiri, tanpa dimanipulasi oleh pemikiran orang lain.
Meskipun kadang juga diselingi dengan argumen pemikir barat, namun semua itu dilakukannya semata-mata hanya sebagai bahan untuk perbandingan tentang apa yang dituangkan dalam madilognya.
Langkah dan usaha yang dilakukan dalam penulisan karya ini sebagai salah satu jiwa nasionalisme dan sebagai cara untuk mencerdaskan dan memajukan generasi muda untuk mencipta dan membangun bangsa-negara yang benar-benar merdeka seratus persen. Merdeka secara ekonomi, sosial dan politik.
Secara singkatnya Tan Malaka menjadikan madilog-nya sebagai suatu "jembatan keledai" (ezelsbrug-getje) dari tiga kata yaitu materialisme-dialektika-logika. Jadi dalam karyanya ini, Tan Malaka mampu dan sengaja memadukan tiga konsep tersebut menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi, dan tidak akan mampu untuk dipisahkan. Sehingga mampu untuk menciptakan genarasi yang mampu untuk berfikir dan menatap masa depan serta berdedikasi tinggi.
Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933).
Sinopsis
Bangsa Indonesia memandang bahwa apa yang terjadi di dunia ini dipengaruhi oleh kekuatan keramat di alam gaib. Cara pandang ini, disebut-sebut oleh Tan Malaka sebagai “logika mistika”.
Logika ini melumpuhkan, karena ketimbang menangani sendiri masalah yang dihadapi, lebih baik mengharapkan kekuatan-kekuatan gaib itu sendiri. Karena itu, mereka (masyarakat Indonesia) mengadakan mantra, sesajen dan doa-doa. Melihat kenyatan bangsanya yang masih terkungkung oleh “logika mistika” itu, Tan Malaka melahirkan Madilog.
Madilog merupakan buku yang ditulis Tan Malaka selama delapan bulan (15 Juli 1942-30 Maret 1943). Buku itu bukan semacam ajaran partai atau “ideologi proletariat”, melainkan cita-cita Tan Malaka sendiri. Dimana, Madilog sama sekali bebas dari buku-buku Marxisme-Leninisme yang menuntut ketaatan mutlak pembaca terhadap partai komunis.
Tan Malaka melihat kemajuan umat manusia harus melalui tiga tahap: dari “logika mistika” lewat “filsafat” ke “ilmu pengetahuan”. Dan selama masyarakat Indonesia masih terkurung oleh “logika mistika” itu, tak mungkin ia menjadi bangsa yang merdeka dan maju. Madilog merupakan jalan keluar dari “logika mistika” dan imbauan seorang nasionalis sejati buat bangsanya untuk keluar dari keterbelakangan dan ketertinggalan.
Sumber : kaskus.us, niagarabuku.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”