Karya : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Rumah Kaca adalah buku ke-4 (terakhir) dari seri Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Hampir separuh hidupnya dihabiskan di dalam penjara — sebuah wajah semesta yang paling purba bagi manusia-manusia bermartabat. Beberapa karyanya lahir dari tempat purba ini, diantaranya Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca).
Sinopsis
Arsip adalah mata radar Hindia yang ditaruh di mana-mana untuk merekam apa pun yang digiatkan aktivis pergerakan itu. Pak Pram dengan cerdas mengistilahkan politik arsip itu sebagai kegiatan pe-rumahkaca-an.
Setelah Minke dibuang, Pagemanann tetap saja rajin menyelidiki kehidupan sang tokoh panutan. Pagemanann juga menyelidiki tokoh-tokoh yang diceritakan Minke dalam buku-buku karyanya, yaitu "Bumi Manusia", "Anak Segala Bangsa", dan "Jejak Langkah".
Disinilah Pak Pram menunjukan kejeniusannya, sehingga pembaca berhasil digiringnya untuk ikut berpikir kalau ketiga tetralogi sebelumnya adalah karya Minke bukan karya Pak Pram. Ide yang rasa-rasanya sulit untuk diikuti pengarang manapun untuk membuat sebuah cerita baru dalam sebuah sebuah cerita.
"Rumah Kaca" pun digambarkan oleh Pak Pram sebagai buku yang tengah disusun oleh Pagemanann yang menceritakan tentang kebangkitan organisasi-organisasi modern serta kesadaran kaum terpelajar untuk mengusir kaum kolonial.
Pagemanann tak cuma diam-diam mengagumi Minke tapi juga diam-diam mendukung aksi pemberontakan kaum terpelajar pribumi tersebut tapi sebagai abdi pemerintah kolonial yang baik, Pagemanann tidak dapat melakukan apa-apa kecuali hanya sekedar jadi penonton.
Tugas Pagemanann sebagai anggota elit kepolisian adalah membasmi kegiatan pergerakan yang dapat mengancam pemerintah kolonial sebetulnya bertentangan dengan nuraninya. Namun, ia lebih menuruti ambisi untuk menjadi yang pribumi yang memiliki jabatan di kepolisian yang tertinggi.
Berbeda dengan Minke yang memang menjadi hero, Pagemanann ini adalah tokoh abu-abu kadang ia adalah seorang yang baik misalnya saja dengan Menutupi keterlibatan Prinses (istri Minke) dalam usaha pembunuhan terhadap Robert Suurhoff) tapi di sisi lain demi karir ia mau memberikan berbagai rahasia pergerakan terhadap kepolisian kolonial.
"Rumah Kaca" memang lebih berat daripada ketiga buku sebelumnya karena selain kita dipaksa untuk mengubah perspektif, pada buku ini kita juga akan kehilangan kisah romansa yang manis.
Mungkin karena Pagemanann tokoh utama kita kali ini adalah seorang yang sangat ambisius mengejar karir sehingga pembawaanya lebih serius daripada tokoh Minke yang memang gampang jatuh hati pada wanita. Namun rasa bosan itu terobati dengan munculnya fakta-fakta dibalik kisah di tiga buku sebelumnya.
Secara keseluruhan tetralogi Pulau Buru ini memang luar biasa. Novel besar berbahasa Indonesia yang menguras energi pengarangnya untuk menampilkan embrio Indonesia dalam ragangan negeri kolonial. Sebuah karya pascakolonial paling bergengsi dan patut untuk dipuji. Salut untuk Pak Pram !!!
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
* Pramoedya Ananta Toer *
(",)v
Sumber : gramediashop.com, inarciss.blogspot.com, poponsaadah.blogsome.com, tokohitamblackchamber.blogspot.com, berbagai sumber lainnya
Editor : AdeL`FarouK
Editor : AdeL`FarouK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”