Pages

Subscribe:

Jumat, 10 Juni 2011

Kisah Abu Nawas Diusir Dari Kota


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmEC4n9DjjGc7Tm60Sad8OklFwE6GmsRRA-RNRvfB4h4qGBrgaID4Fp1GAARL1fBex5cArimiih8LC-yw2t3tbFd4DSQzpHoc4E9a-QJECwHaOTc9_EsXe_2YL2MWxtwgqUl_1cPgyFVPD/s1600/abunawas.jpg

Mimpi buruk yang dialami Baginda Raja Harun Al Rasyid tadi malam menyebabkan Abu Nawas diusir dari negeri kelahirannya sendiri. Abu Nawas tidak berdaya. Bagaimana pun, ia harus segera menyingkir meninggalkan negerinya tercinta hanya karena mimpi. Masih jelas terngiang-ngiang kata-kata Baginda Raja di telinga Abu Nawas.

“Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua. Ia mengenakan jubah putih. Ia berkata, bahwa negerinya akan ditimpa bencana bila orang yang bemama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. Ia harus diusir dari negeri ini, sebab orang itu membawa kesialan. Ia boleh kembali ke negerinya dengan sarat tidak boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat-lompat, dan menunggang keledai atau binatang tunggangan yang lain.”

Dengan bekal yang diperkirakan cukup, Abu Nawas mulai meninggalkan rumah dan istrinya. Istri Abu Nawas hanya bisa mengiringi kepergian suaminya dengan deraian air mata. Sudah dua hari penuh Abu Nawas mengendarai keledainya. Bekal yang dibawanya mulai menipis.

Abu Nawas tidak terlalu meresapi pengusiran dirinya dengan kesedihan yang tertalu mendalam. Sebaliknya, Abu Nawas merasa bertambah yakin, bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan segera menolongnya keluar dari kesulitan yang sedang melilit pikirannya. Bukankah tiada seorang teman pun yang lebih baik dari pada Allah SWT dalam saat-saat seperti itu?

Setelah beberapa hari, Abu Nawas berada di negeri orang, ia mulai diserang rasa rindu yang menyayat-nyayat hatinya yang paling dalam. Rasa rindu itu semakin lama semakin menderu-deru seperti dinginnya jamharir. Sulit untuk dibendung. Memang, tak ada jalan keluar yang lebih baik daripada berpikir.

Tetapi dengan akal apakah ia harus melepaskan diri? Begitu tanya Abu Nawas dalam hati. “Apakah aku akan meminta bantuan orang lain dengan cara menggendongku dari negeri ini sampai ke istana Baginda? Tidak akan ada seorang pun yang sanggup melakukannya. Aku harus bisa menolong diriku sendiri tanpa melibatkan orang lain.”

Pada hari kesembilanbelas, Abu Nawas menemukan cara lain yang tidak termasuk larangan Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, Abu Nawas pun berangkat, menuju ke negerinya sendiri.

Perasaan rindu dan senang menggumpal menjadi satu. Kerinduan yang selama ini membuatnya melecut-lecut semakin menggila, karena Abu Nawas tahu, sudah semakin dekat dengan kampung halamannya. Mengetahui Abu Nawas bisa pulang kembali, penduduk negeri gembira.

Desas-desus tentang kembalinya Abu Nawas, segara menyebar secepat bau semerbak bunga yang menyerbu hidung. Kabar kepulangan Abu Nawas juga sampai ke telinga Baginda Harun Al Rasyid. Baginda juga merasa gembira mendengar berita itu, tetapi dengan alasan yang sama sekali berbeda.

Rakyat gembira melihat Abu Nawas pulang kembali, karena mereka mencintainya. Sedangkan Baginda Raja, gembira mendengar Abu Nawas pulang kembali karena beliau merasa yakin, kali ini pasti Abu Nawas tidak akan bisa mengelak dari hukuman.

Namun, Baginda amat kecewa dan merasa terpukul melihat cara Abu Nawas pulang ke negerinya. Baginda sama sekali tidak pernah menyangka dan membayangkan, kalau Abu Nawas ternyata bergelayut di bawah perut keledai.

Sehingga, Abu Nawas terlepas dari sangsi hukuman yang akan dijatuhkan atas dirinya. Karena memang, tidak bisa dikatakan hal itu telah melanggar larangan Baginda Raja. Karena Abu Nawas tidak mengendarai keledai.

(",)v




Sumber : overfame.com Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”

Lazada Indonesia