Sebagai agama rahmatan lil alamiin, Islam senantiasa menganjurkan
pemeluknya untuk bisa belajar Al Qur'an, berpikir dan mendalami karakter
manusia disekelilingnya.
(",)v
Sumber : republika.co.id
Oleh : Ina Salma Febriani
Selain itu, manusia juga bertindak
dengan menggunakan ilmu dan strategi yang layak. Strategi tersebut harus
dipikirkan secara matang, agar penerima pesan (komunikan) tidak salah
dalam menangkap dan menstimulasi pesan yang kita hantarkan.
Strategi juga harus diramu sedemikian rupa, karena kita menghadapi komunikan yang tidak terhingga batasnya untuk mendukung ataupun menolak gagasan yang kita utarakan.
Berbicara perihal ‘debat’, aktivitas ini sudah banyak dilakukan oleh para Nabi terdahulu untuk melawan musuh-musuh Allah yang jelas-jelas menentang dan menolak Allah. Namun demikian, seburuk apa pun komunikan yang kita hadapi, di situlah ada sebuah cara khusus untuk membuat komunikan mau menerima apa yang kita ungkapkan.
Mari kita simak Surah Al-Baqarah ayat 61. “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: ‘Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya’.”
“Musa berkata, ‘Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta…’ (QS. Al-Baqarah: 61).
Bani Israil ialah salah satu kaum yang Allah abadikan nama dan sejarahnya. Terkenal dengan sifatnya yang gemar membantah perintah para nabi. Bani Israil pun terus berusaha menyulitkan Musa AS, memberinya tantangan, serta terus bertahan dalam ketidakyakinannya terhadap Allah dan kenabian Musa AS.
Menurut Surah Al-Baqarah ayat 61 di atas, Bani israil terus mendesak Musa agar ia mau memberikan makanan lain selain manna dan salwa. Lalu apa komentar Musa di atas? Adakah Musa geram lalu memarahi kaumnya? Sama sekali tidak. Musa justru berkata, “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.”
Secara jelas, Musa menganggap apa yang kaumnya minta adalah tindakan bodoh. Dan hanya orang-orang bodoh saja yang mau menukar sesuatu yang baik dengan sesuatu yang lebih rendah.
Contoh perdebatan lain ialah tentang kisah Namrud dan Nabi Ibrahim. Kisah ini tertera dalam Surah Al-Baqarah ayat 258. Ibrahim berkata, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan."
Orang itu berkata, "Aku dapat menghidupkan dan mematikan."
Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat." Lalu terdiamlah orang kafir itu.
Pada perdebatan contoh kedua, ada nilai etika Nabi Ibrahim AS yang harus kita petik. Pertama, Ibrahim hanya memuji Tuhannya (Allah), seperti apa yang terdapat di awal surah tersebut. Merasa tersaingi bercampur ketidakpercayaan akan kenabian Ibrahim, Namrud tak mau kalah. Ia juga menjawab, bahwa ia mampu menghidupkan lagi. Raja Babilon yang bengis ini akhirnya bingung, ia tentu tidak dapat menerbitkan matahari dari arah yang berlawanan tempat biasa Allah menerbitkannya.
Dari dua contoh di atas, sedikit banyak memberikan kita motivasi, bahwa setiap orang dapat menerima argument kita jika kita sudah mengantongi strategi apa yang akan dikeluarkan agar meeka luluh. Dan yang lebih penting, menjauhi pertikaian dan kekerasan baik secara verbal maupun non verbal. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS. An-Nahl: 30). Wallahu a’lam.
Strategi juga harus diramu sedemikian rupa, karena kita menghadapi komunikan yang tidak terhingga batasnya untuk mendukung ataupun menolak gagasan yang kita utarakan.
Berbicara perihal ‘debat’, aktivitas ini sudah banyak dilakukan oleh para Nabi terdahulu untuk melawan musuh-musuh Allah yang jelas-jelas menentang dan menolak Allah. Namun demikian, seburuk apa pun komunikan yang kita hadapi, di situlah ada sebuah cara khusus untuk membuat komunikan mau menerima apa yang kita ungkapkan.
Mari kita simak Surah Al-Baqarah ayat 61. “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: ‘Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya’.”
“Musa berkata, ‘Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta…’ (QS. Al-Baqarah: 61).
Bani Israil ialah salah satu kaum yang Allah abadikan nama dan sejarahnya. Terkenal dengan sifatnya yang gemar membantah perintah para nabi. Bani Israil pun terus berusaha menyulitkan Musa AS, memberinya tantangan, serta terus bertahan dalam ketidakyakinannya terhadap Allah dan kenabian Musa AS.
Menurut Surah Al-Baqarah ayat 61 di atas, Bani israil terus mendesak Musa agar ia mau memberikan makanan lain selain manna dan salwa. Lalu apa komentar Musa di atas? Adakah Musa geram lalu memarahi kaumnya? Sama sekali tidak. Musa justru berkata, “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.”
Secara jelas, Musa menganggap apa yang kaumnya minta adalah tindakan bodoh. Dan hanya orang-orang bodoh saja yang mau menukar sesuatu yang baik dengan sesuatu yang lebih rendah.
Contoh perdebatan lain ialah tentang kisah Namrud dan Nabi Ibrahim. Kisah ini tertera dalam Surah Al-Baqarah ayat 258. Ibrahim berkata, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan."
Orang itu berkata, "Aku dapat menghidupkan dan mematikan."
Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat." Lalu terdiamlah orang kafir itu.
Pada perdebatan contoh kedua, ada nilai etika Nabi Ibrahim AS yang harus kita petik. Pertama, Ibrahim hanya memuji Tuhannya (Allah), seperti apa yang terdapat di awal surah tersebut. Merasa tersaingi bercampur ketidakpercayaan akan kenabian Ibrahim, Namrud tak mau kalah. Ia juga menjawab, bahwa ia mampu menghidupkan lagi. Raja Babilon yang bengis ini akhirnya bingung, ia tentu tidak dapat menerbitkan matahari dari arah yang berlawanan tempat biasa Allah menerbitkannya.
Dari dua contoh di atas, sedikit banyak memberikan kita motivasi, bahwa setiap orang dapat menerima argument kita jika kita sudah mengantongi strategi apa yang akan dikeluarkan agar meeka luluh. Dan yang lebih penting, menjauhi pertikaian dan kekerasan baik secara verbal maupun non verbal. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS. An-Nahl: 30). Wallahu a’lam.
(",)v
Sumber : republika.co.id
Oleh : Ina Salma Febriani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”