Jumat, 20 Mei 2011
Menjaga Moral Bangsa (Renungan)
Suatu hari, di akhir tahun 70-an, seorang ibu menggandeng anak gadisnya melangkah masuk ke dalam sebuah bioskop paling elite di Kota Medan. Tepat di sebelah dalam, dua orang penjaga pintu bioskop itu menahan mereka masuk karena curiga bahwa sang anak belum berusia 17 tahun, sesuai dengan batas usia film yang sedang diputar di situ. Terjadilah pertengkaran antara sang ibu dan kedua orang penjaga pintu tersebut. Di akhir pertengkaran, sang ibu diminta menunjukkan KTP si anak gadis, dan dia gagal melakukannya. Akhirnya, ibu dan anak yang bersekongkol ingin menabrak aturan batas usia menonton film 17 tahun itu pun pulang sambil marah-marah.
Betapa terharunya kita melihat dua orang penjaga pintu bioskop saat itu yang sedemikian kuat rasa tanggung jawabnya untuk menjaga moral anak bangsa. Padahal, mereka justru makan gaji dari hasil penjualan karcis. Kedua penjaga pintu bioskop itu bukanlah berpendidikan tinggi.
Di akhir tahun 60-an, Pemerintah Orde Lama pernah melarang sebuah lagu yang menceritakan seekor rusa jantan bunuh diri terjun ke jurang, setelah aksi protes yang dilakukan para ulama seluruh Indonesia. Isi syair lagu itu dikhawatirkan memicu remaja putus cinta melakukan bunuh diri. Sebelum itu, Pemerintah Orde Lama juga telah memberangus seluruh lagu yang berbau imperialisme asing karena khawatir dapat melunturkan semangat nasionalisme.
Pada tahun 80-an, Menteri Penerangan Orde Baru, Harmoko, pernah menarik peredaran sebuah lagu yang syairnya bercerita tentang seorang istri yang kerap ditampar oleh suaminya. Padahal, lagu tersebut menempati tangga pertama lagu terpopuler di Tanah Air. Di akhir masa jabatannya, beliau juga pernah menarik dari peredaran sebuah lagu paling populer lainnya, yang isi syairnya mengajak orang untuk melakukan kawin-kawinan alias nikah secara tidak sah.
Di mata mereka yang mendewa-dewakan hak asasi tanpa batas, semua tindakan di atas dianggap sebagai pelanggaran HAM. Di sisi lain, tidakkah tersadari sebuah niat tulus manusia-manusia di zaman itu yang masih memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga moral anak bangsanya. Terbukti, saat itu mereka yang resah atas kerusakan moral merata dari mulai atas, pihak pemerintahan resmi negara, sampai penjaga pintu bioskop sekalipun.
Keadaan sekarang ternyata bertolak belakang. Merebaknya kasus pornografi dengan segala akibatnya di Tanah Air ini hampir tidak mendapat tanggapan yang berarti. Suara-suara yang ingin melindungi moral anak bangsa nyaris tidak terdengar. Tayangan TV dan media massa yang cenderung menampilkan artis seksi sampai beredarnya film-film porno secara luas di masyarakat hampir tidak mendapat rintangan yang berarti pula. Padahal, Undang-Undang Antipornografi telah disahkan. Namun, undang-undang itu mandul, karena peraturan pemerintah (PP) tentang undang-undang itu tak kunjung diterbitkan. Pemerintah dinilai telah melalaikan tanggung jawab menjaga moral anak bangsa. Apakah kita tak lagi menganggap pornografi sebagai perusak moral bangsa? Kemanakah nurani dan moral para pemimpin di negeri ini? Wallahu a'lam.
(",)v
Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : K.H. Tengku Zulkarnain
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ya... Makin banyak yg mengatur, tp tindakan nyatanya mandul, seakan mundur kebelakang 100 th... makin carut marut.. mu jd apa negeri ini pd akhirnya...
BalasHapus@diahfanza.blogspot.com ya, benar sekali,, tugas kita bersama utk mperbaiki keadaan negeri ini yg smkin bobrok hr demi hr,,
BalasHapus