Rabu, 06 April 2011
Membuka Pintu Surga (Renungan)
Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang Ashar. Fatimah binti Rasulullah menyambut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.
Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeser pun." Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Taala."
"Terima kasih," jawab Ali.
Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal, persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Fatimah tidak menunjukkan sikap kecewa atau sedih. Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan shalat berjamaah.
Sepulang dari shalat, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?"
Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?''
Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya."
Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak disangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan, ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari. Ali pun bergegas berangkat ke pasar.
Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau mengutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan."
Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu. Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya. Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan Kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita mengutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang dimurkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita."
Subhanallah. Cukup jelas bahwasannya kebahagiaan dunia fana berupa kekayaan harta benda bukanlah segalanya. Impian akan keabadian syurga tentunya menjadi motivasi terbesar dalam tiap pribadi seorang Muslim untuk rela memberikan segala miliknya yang pada hakikatnya adalah titipan Allah semata. Dalam Alquran jelas dikatakan:
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS AshShaff [61] : 10-11).
Maka, sungguh bahwasanya tidak ada yang kekal di dunia. Yang muda pun akan tua, yang cantik akan keriput, yang kaya, miskin, semua pun pasti akan kembali. Kelak hanya amal perbuatan yang akan menemani. Mari berusaha membuka pintu syurga-Nya dengan terus tak kenal henti berbenah diri.
(",)v
Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : Rizki Adawiyah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”