Pages

Subscribe:

Minggu, 10 April 2011

Kisah Nabi Nuh AS


http://home.swipnet.se/~w-13514/pictures/noah-ark.jpg

Nabi Nuh adalah nabi keempat sesudah Nabi Adam AS, Nabi Syith AS, dan Nabi Idris AS. Keturunan kesembilan dari Nabi Adam AS. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin Idris.

Di dalam Al Qur'an telah diceritakan tentang kisah Nabi Nuh AS dalam 28 surat, diantaranya surat Nuh ayat 1 s/d 28 :

"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintah): "Peringatkanlah kaummu sebelum datang kepadanya azab yang pedih."
(QS. Nuh : 1)



Dakwah Nabi Nuh AS Kepada Kaumnya

Nabi Nuh AS menerima wahyu kenabian dari Allah dalam masa "fatrah" masa kekosongan di antara dua rasul, dimana biasanya manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran agama yang dibawa oleh nabi yang meninggalkan mereka, dan kembali bersyirik meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di bawah pimpinan Iblis.

Demikianlah, maka kaum Nabi Nuh pun tidak luput dari proses tersebut, sehingga ketika Nabi Nuh datang di tengah-tengah mereka, mereka sedang menyembah berhala, ialah patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri yang disembahnya sebagai tuhan-tuhan yang dapat membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan kemalangan.

Berhala-berhala yang dipertuhankan dan menurut kepercayaan mereka, mempunyai kekuatan dan kekuasaan ghaib atas diri manusia itu, serta diberinya nama-nama yang silih berganti menurut kehendak dan selera kebodohan mereka. Kadang-kadang mereka namakan berhala mereka dengan "Wadd" dan "Suwa", kadangkala "Yaguts" dan bila sudah bosan, digantinya lagi dengan nama "Yatuq" dan "Nasr".

Nabi Nuh AS berdakwah kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh iblis, dan mengajak mereka meninggalkan syirik dan penyembahan berhala untuk kembali kepada tauhid dengan menyembah Allah Tuhan sekalian alam, melakukan ajaran-ajaran agama yang diwahyukan kepadanya, serta meninggalkan kemungkaran dan kemaksiatan yang diajarkan oleh Syaitan dan Iblis.

Nabi Nuh AS menarik perhatian kaumnya agar melihat alam semesta yang diciptakan oleh Allah SWT berupa langit dengan matahari, bulan dan bintang-bintang yang menghiasinya, bumi dengan kekayaan yang ada di atas dan di bawahnya, berupa tumbuh-tumbuhan dan air yang mengalir yang memberi kenikmatan hidup kepada manusia, pengantian malam menjadi siang dan sebaliknya, yang kesemua itu menjadi bukti dan tanda nyata akan adanya keesaan Tuhan yang harus disembah dan bukan berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri.

Di samping itu, Nabi Nuh juga memberitakan kepada mereka, bahwa akan ada gajaran yang diterima oleh manusia atas segala amalannya di dunia, yaitu syurga bagi amalan kebajikan dan neraka bagi segala pelanggaran terhadap perintah agama yang berupa kemungkaran dan kemaksiatan.

Nabi Nuh yang dikaruniakan Allah SWT dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh seorang nabi, fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam tindak-tanduknya, melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dengan cara yang lemah lembut, mengetuk hati nurani mereka, dan kadang kala dengan kata-kata yang tajam dan nada yang kasar, apabila menghadapi pembesar-pembesar kaumnya yang keras kepala, yang enggan menerima hujjah dan dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka membantahnya atau mematahkannya.

Akan tetapi, walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tanaganya berdakwah kepada kaumnya dengan segala kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dalam setiap kesempatan, siang maupun malam, dengan cara berbisik-bisik atau cara terang-terangan dan terbuka, ternyata hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dapat menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang menurut riwayat tidak melebihi bilangan seratus orang.

Mereka terdiri dari orang-orang yang miskin dan berkedudukan sosial lemah. Sedangkan orang-orang yang kaya-raya, berkedudukan tingi, dan terpandang dalam masyarakat, yang merupakan pembesar-pembesar dan penguasa-penguasa tetap membangkang, tidak mempercayai Nabi Nuh, mengingkari dakwahnya, dan sesekali tidak merelakan melepas agamanya dan kepercayaan mereka terhadap berhala-berhala mereka, bahkan mereka berusaha mengadakan persekongkolan yang hendak melumpuhkan dan mengagalkan usaha dakwah Nabi Nuh tersebut.

Dikatakan di dalam surat Hud 27 s/d 35, berkata mereka kepada Nabi Nuh :

"Bukankah engkau hanya seorang daripada kami dan tidak berbeda daripada kami sebagai manusia biasa. Jikalau betul Allah akan mengutuskan seorang rasul yang membawa perintah-Nya, niscaya Ia akan mengutuskan seorang malaikat yang patut kami dengarkan kata-katanya dan kami ikuti ajakannya, dan bukan manusia biasa seperti engkau yang hanya dapat diikuti orang-orang rendah yang berkedudukan sosialnya seperti para buruh, petani, orang-orang yang tidak berpenghasilan, yang bagi kami mereka seperti sampah masyarakat.

Pengikut-pengikutmu itu adalah orang-orang yang tidak mempunyai daya fikiran dan ketajaman otak, mereka mengikutimu secara buta tuli tanpa memikirkan dan menimbangkan masak-masak benar atau tidaknya dakwah dan ajakanmu itu. Coba agama yang engkau bawa dan ajaran-ajaran yang engkau sadurkan kepada kami itu betul-betul benar, niscaya kami dululah yang mengikutimu, dan bukannya orang-orang yang mengemis layaknya pengikut-pengikutmu itu.

Kami sebagai pemuka-pemuka masyarakat yang pandai berfikir, memiliki kecerdasan otak dan pandangan yang luas, yang dipandang oleh masyarakat sebagai pemimpin-pemimpinnya, tidaklah mudah bagi kami untuk menerima ajakanmu dan dakwahmu. Engkau tidak mempunyai kelebihan di atas kami tentang soal-soal kemasyarakatan dan pergaulan hidup. Kami jauh lebih pandai dan lebih mengetahui daripadamu tentang hal itu semuanya. Anggapan kami terhadapmu, tidak lain dan tidak bukan, bahwa engkau adalah pendusta belaka."

Nuh berkata, menjawab ejekan dan olok-olokan kaumnya :

"Adakah engkau mengira bahwa aku dapat memaksa kamu mengikuti ajaranku atau mengira bahwa aku mempunyai kekuasaan untuk menjadikan kamu orang-orang yang beriman, jika kamu tetap menolak ajakanku dan tetap membuta-tuli terhadap bukti-bukti kebenaran dakwahku dan tetap mempertahakan pendirianmu yang tersesat yang diilhamkan oleh kesombongan dan kecongkakan karena kedudukan dan harta-benda yang kamu miliki.

Aku hanya seorang manusia yang mendapat amanat dan diberi tugas oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kamu. Jika kamu tetap berkeras kepala dan tidak mau kembali ke jalan yang benar dan menerima agama Allah yang diutuskan-Nya kepadaku, maka terserahlah kepada Allah untuk menentukan hukuman-Nya dan gajaran-Nya keatas diri kamu.

Aku hanya pesuruh dan rasul-Nya yang diperintahkan untuk menyampaikan amanat-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dialah yang berkuasa memberi hidayah kepadamu dan mengampuni dosamu atau menurunkan azab dan siksaan-Nya di atas kamu sekalian jika Ia kehendaki. Dialah pula yang berkuasa menurunkan siksa dan azab-nya di dunia atau menangguhkannya sampai di hari kemudian. Dialah Tuhan pencipta alam semesta ini, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Pengasih dan Maha Penyayang."

Kaum Nuh mengemukakan syarat dengan berkata :

"Wahai Nuh! Jika engkau menghendaki kami mengikutimu dan memberi sokongan dan semangat kepada kamu dan kepada agama yang engkau bawa, maka jauhkanlah para pengikutmu yang terdiri dari orang-orang petani, buruh, dan hamaba-hamba sahaya itu.

Usirlah mereka dari pengaulanmu, karena kami tidak dapat bergaul dengan mereka duduk berdampingan dengan mereka, mengikuti cara hidup mereka, dan bergabung dengan mereka dalam suatu agama dan kepercayaan. Dan bagaimana kami dapat menerima satu agama yang menyamaratakan para bangsawan dengan orang awam, penguasa dan pembesar, dengan buruh-buruhnya dan orang kaya yang berkedudukan, dengan orang yang miskin dan papa."

Nabi Nuh menolak pensyaratan kaumnya dan berkata :

"Risalah dan agama yang aku bawa adalah untuk semua orang tiada pengecualian, yang pandai maupun yang bodoh, yang kaya maupun miskin, majikan ataupun buruh, diantara peguasa dan rakyat biasa semuanya mempunyai kedudukan dan tempat yang sama trrhadap agama dan hukum Allah.

Andai kata aku memenuhi persyaratan kamu dan meluluskan keinginanmu menyingkirkan para pengikutku yang setia itu, maka siapakah yang dapat kuharapkan akan meneruskan dakwahku kepada orang ramai dan bagaimana aku sampai hati menjauhkan daripadaku orang-orang yang telah beriman dan menerima dakwahku dengan penuh keyakinan dan keikhlasan dikala kamu menolaknya serta mengingkarinya, orang-orang yang telah membantuku dalam tugasku di kala kamu menghalangi usahaku dan merintangi dakwahku.

Dan bagaimanakah aku dapat mempertanggungjawabkan tindakan pengusiranku kepada mereka terhadap Allah SWT, bila mereka mengadu bhawa aku telah membalas kesetiaan dan ketaatan mereka dengan sebaliknya semata-mata untuk memenuhi permintaanmu dan tunduk kepada persyaratanmu yang tidak wajar dan tidak dapat diterima oleh akal dan fikiran yang sehat. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sehat."

Pada akhirnya, karena merasa tidak berdaya lagi mengingkari kebenaran kata-kata Nabi Nuh dan merasa kehabisan alasan dan hujjah untuk melanjutkan dialog dengan beliau, maka berkatalah mereka :

"Wahai Nabi Nuh! Kita telah banyak bermujadalah dan berdebat dan cukup berdialog serta mendengar dakwahmu yang sudah menjemukan itu. Kami tetap tidak akan mengikutimu dan tidak akan sesekali melepaskan kepercayaan dan adat-istiadat kami, sehingga tidak ada gunanya lagi engkau mengulang-ulangi dakwah dan ajakanmu dan bertegang lidah dengan kami.

Datangkanlah apa yang engkau benar-benar sebagai orang yang menepati janji dan kata-katanya. Kami ingin melihat kebenaran kata-katamu dan ancamanmu dalam kenyataan. Karena kami masih tetap belum mempercayaimu dan tetap meragukan dakwahmu."


Nabi Nuh AS Berputus Asa Dari Kaumnya

Nabi Nuh berada di tengah-tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun berdakwah menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan berhala dan kembali menyembah dan beribadah kepada Allah Yang maha Kuasa, memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat dan gelap, ke jalan yang benar dan terang.

Mengajar mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah kepadanya, mangangkat derajat manusia yang tertindas dan lemah ke tingkat yang sesuai dengan fitrah dan qudratnya, dan berusaha menghilangkan sifat-sifat sombong dan congkak yang melekat pada para pembesar kaumnya dan medidik agar mereka berkasih sayang, tolong-menolong diantara sesama manusia.

Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh AS tidak berhasil menyadarkan dan menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya agar beriman, bertauhid, dan beribadat kepada Allah SWT, kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak mencapai jumlah seratus orang, walaupun ia telah melakukan tugasnya dengan segala daya-usahanya dan sekuat tenaganya dengan penuh kesabaran dan kesulitan menghadapi penghinaan, ejekan, dan cercaan makian kaumnya.

Karena ia mengharapkan akan datang masanya dimana kaumnya akan sadar diri dan datang mengakui kebenarannya dan kebenaran dakwahnya. Harapan Nabi Nuh akan kesadaran kaumnya, ternyata makin hari makin berkurang dan sinar iman dan takwa tidak akan menembus ke dalam hati mereka yang telah tertutup rapat oleh ajaran dan bisikan Iblis. Maka Allah berfirman :

"Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasannya sekali-sekali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan."
(QS. Hud : 36)



Dengan penegasan firman Allah itu, lenyaplah sisa harapan Nabi Nuh dari kaumnya dan habislah kesabarannya. Ia memohon kepada Allah agar menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala batu seraya berseru :

"Ya Allah! Janganlah Engkau biarkan seorang pun daripada orang-orang kafir itu hidup dan tinggal di atas bumi ini. Mareka akan berusaha menyesatkan hamba-hamba-Mu, jika Engkau biarkan mereka tinggal dan mereka tidak akan melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat maksiat dan anak-anak yang kafir seperi mereka."

Doa Nabi Nuh dikabulkan oleh Allah dan permohonannya diluluskan, tidak perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam.


Nabi Nuh Membuat Bahtera (Kapal)

Dalam surat Hud 37 s/d 48, setelah menerima perintah Allah untuk membuat sebuah bahtera (kapal), segeralah Nabi Nuh AS mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan untuk maksud tersebut, kemudian dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota dan keramaian. Mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam menyelesaikan pembangunan kapal yang diperintahkan itu.

Walaupun Nabi Nuh telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja dengan tenang tanpa gangguan bagi menyelesaikan pembangunan kapalnya, namun ia tidak luput dari ejekan dan cemoohan kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui tempat kerja pembangunan kapal itu. Mereka mengejek dan mengolok-olok dengan mengatakan :

"Wahai Nuh! Sejak kapan engkau telah menjadi tukang kayu dan pembuat kapal? Bukankah engkau seorang nabi dan rasul menurut pengakuanmu, kenapa sekarang menjadi seorang tukang kayu dan pembuat kapal. Dan kapal yang engkau buat itu di tempat yang jauh dari air, maksudmu untuk ditarik oleh kerbau ataukah mengharapkan angin yang akan menarik kapalmu ke laut?"

Dan lain-lain ejekan yang diterima oleh Nabi Nuh dengan sikap dingin dan tersenyum seraya menjawab :

"Baiklah, tunggu saja saatnya nanti, jika kamu sekarang mengejek dan mengolok-olok kami, maka akan tibalah masanya kelak bagi kami untuk mengejek kamu dan akan kamu ketahui kelak untuk apa kapal yang kami siapkan ini. Tunggulah saatnya azab dan hukuman Allah menimpa atas diri kamu."

Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal yang merupakan alat pengangkutan laut pertama di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah :

"Bersiap-siaplah engkau dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda dari-Ku, maka segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan belayarlah dengan izin-Ku."

Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan maha dahsyat yang dalam sekejap mata telah menjadi banjir besar yang melanda seluruh kota dan desa, menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai puncak bukit-bukit, sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang maha dahsyat itu, kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh AS atas perintah Allah SWT.

Dengan iringan "Bismillah majraha wa mursaha" belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan gelombang air yang menggunung berusaha menyelamatkan diri dari cengkaman maut yang sudah menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.

Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal, memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya yang sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putera sulungnya yang bernama "Kan'aan", timbul tenggelam dipermainkan oleh gelombang yang tidak menaruh belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menerima hukuman Allah itu. Pada saat itu pula, tanpa disadarinya, maka timbullah rasa cinta dan kasih sayang seorang ayah terhadap putera kandungnya yang berada di dalam keadaan yang mencemaskan menghadapi maut ditelan riaknya gelombang.

Nabi Nuh secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat-kuatnya memanggil puteranya :

"Wahai anakku! Datanglah kemari dan gabungkan dirimu bersama keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada Allah agar engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut yang engkau sedang engkau jalani atas hukuman Allah."

Kan'aan, putera Nabi Nuh, yang tersesat dan telah terkena racun rayuan syaitan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu, menolak dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya yang menyayanginya dengan kata-kata yang menentang :

"Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi berlindung di atas geladak kapalmu, aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri dengan berlindung di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini."

Nuh menjawab :

"Percayalah, bahawa tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau ialah bergabung dengan kami di atas kapal ini. Tidak akan ada yang dapat melepaskan diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan ini, kecuali orang-orang yang memperoleh rahmat dan pengampunan-Nya."

Setelah Nabi Nuh mengucapkan kata-katanya, tenggelamlah Kan'aan disambar gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya, tergelincirlah ke bawah lautan air, mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.

Nabi Nuh bersedih hati dan berdukacita atas kematian puteranya dalam keadaan kafir, tidak beriman dan belum mengenal Allah. Beliau berkeluh-kesah dan berseru kepada Allah :

"Ya Tuhanku, sesungguhnya puteraku itu adalah darah dagingku dan adalah bahagian dari keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji benar dan Engkaulah Maha Hakim yang Maha Berkuasa."

Kemudian Allah berfirman :

"Wahai Nuh! Sesungguhnya dia puteramu itu tidaklah termasuk keluargamu, karena ia telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar perintahmu, menolak dakwahmu, dan mengikuti jejak orang-orang yang kafir daripada kaummu. Coretlah namanya dari daftar keluargamu. Hanya mereka yang telah menerima dakwahmu, mengikuti jalanmu dan beriman kepada-Ku dapat engkau masukkan ke dalam golongan barisan keluargamu, yang telah Aku janjikan perlindungannya dan menjamin keselamatan jiwanya.

Adapun orang-orang yang mengingkari risalahmu, mendustakan dakwahmu, dan telah mengikuti hawa nafsunya dan tuntutan Iblis, pastilah mereka akan binasa menjalani hukuman yang telah Aku tentukan walau mereka berada dipuncak gunung sekalipun. Maka janganlah engkau sesekali menanyakan tentang sesuatu yang engkau belum ketahui. Aku ingatkan, janganlah engkau sampai tergolong ke dalam golongan orang-orang yang bodoh."

Nabi Nuh AS segera sadar setelah menerima teguran dari Allah SWT, bahwa cinta kasih sayangnya kepada anaknya telah menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang kafir termasuk puteranya sendiri. Ia sadar, bahwa ia tersesat pada saat ia memanggil puteranya untuk menyelamatkannya dari bencana banjir yang didorong oleh perasaan naluri darah yang menghubungkannya dengan puteranya, padahal sepantasnya cinta dan taat kepada Allah harus mendahului cinta kepada keluarga dan harta-benda.

Ia sangat sesalkan kelalaian dan kealpaannya itu dan menghadap kepada Allah memohon ampun dan maghfirahnya dengan berseru :

"Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari godaan syaitan yang terlaknat, ampunilah kelalaian dan kealpaanku, sehingga aku menanyakan sesuatu yang aku tidak mengetahuinya. Ya Tuhanku, bila Engkau tidak memberi ampun dan maghfirah serta menurunkan rahmat bagiku, niscaya aku menjadi orang yang rugi."

Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya dan habis binasalah kaum Nuh yang kafir dan zalim sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap bumi, kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit "Judie" dengan iringan perintah Allah kepada Nabi Nuh :

"Turunlah wahai Nuh ke darat engkau dan para mukmin yang menyertaimu dengan selamat dilimpahi barakah dan inayah dari sisi-Ku, bagimu dan bagi umat yang menyertaimu."


Kisah Nabi Nuh AS Dalam Al Qur'an

Al Qur'an menceritakan kisah Nabi Nuh dalam 43 ayat dari 28 surat, di antaranya surah Nuh dari ayat 1 sehinga 28, juga dalam surat Hud ayat 27 hingga 48, yang mengisahkan dialog Nabi Nuh dengan kaumnya dan perintah pembuatan bahtera (kapal), serta keadaan banjir yang menimpa di atas mereka.


Hikmah Dari Kisah Nabi Nuh AS

Hubungan antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan kepercayaan atau persamaan aqidah adalah lebih erat dan lebih berkesan daripada hubungan yang terjalin karena ikatan darah atau kelahiran. Kan'aan yang walaupun ia adalah anak kandung Nabi Nuh, oleh Allah SWT dikeluarkan dari bilangan keluarga ayahnya, karena ia menganut kepercayaan dan agama berlainan dengan apa yang dianut dan didakwahkan oleh ayahnya sendiri, bahkan ia berada di pihak yang memusuhi dan menentangnya.

Dari kisah ini, dapatlah dipahami firman Allah dalam Al Qur'an yang artinya : "Sesungguhnya para mukmin itu adalah bersaudara." Demikian pula hadits Rasulullah SAW yang artinya : "Tidaklah sempurna iman seseorang, kecuali jika ia mencintai saudaranya yang beriman, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Juga peribahasa yang berbunyi : "Adakalanya engkau memperoleh seorang saudara yang tidak dilahirkan oleh ibumu."

(",)v




Sumber : kisah25nabi.blogspot.com, Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul (Dra. Munawaroh), berbagai sumber lainnya Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”

Lazada Indonesia