Minggu, 05 Desember 2010
Menegakkan Amanah Jabatan (Renungan)
"Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah dan tidak (sempurna) agama orang-orang yang tidak menunaikan janji." (HR. Ahmad). Amanah memiliki dua perspektif makna. Ditinjau dari aspek yang lebih sempit, amanah diartikan sebagai memelihara titipan yang akan dikembalikan dalam bentuknya seperti sediakala. Dalam tinjauan yang diperluas, amanah mempunyai cakupan yang lebih luas, seperti memelihara amanah orang lain, menjaga kehormatan orang lain, atau menjaga kehormatannya.
Dalam konteks bernegara, amanah yang dibebankan kepada para pemegang amanah (pejabat negara) harus dipikul dengan sebaik-baiknya karena memiiki dua perspektif pertanggungjawaban: horizontal (habluminannas) dan vertikal (habluminallah). Setiap pemimpin, baik di lingkup pemerintahan pusat maupun daerah, wajib menegakkan amanah jabatannya sebagaimana yang pernah dicontohkan Rasulullah.
Dalam surah Al-Ahzab [33]: 21, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat serta dia banyak menyebut Allah."
Rasulullah pantaslah menjadi sosok panutan bagi para leader karena empat hal fundamental yang melekat dalam dirinya, yaitu sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Meskipun susah untuk mengikuti jejak keteladanan Nabi SAW secara komprehensif, paling tidak kita bisa mendekati apa yang pernah Nabi Muhammad lakukan dalam menegakkan amanah sebagai pemimpin agama dan negara ketika itu.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS an-Nisaa [4]: 58).
Kemudian, Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang kami angkat menjadi karyawan untuk mengerjakan sesuatu dan kami beri upah yang semestinya, maka sesuatu yang diambilnya sesudah itu (selain upah) namanya korupsi." (HR Abu Dawud).
Rasulullah pernah menegur Ibnu Luthbiyah dengan keras karena mengambil hadiah ketika sedang menjalankan tugasnya sebagai pengumpul zakat. Rasulullah menegurnya dengan bersabda, "Dengan wewenang yang diberikan Allah kepadaku, aku mengangkat seseorang di antara kalian untuk melaksanakan tugas, (tetapi) dia datang melapor. Jika ia duduk saja di rumah bapak dan ibunya, apakah hadiah itu datang sendiri kepadanya kalau barang itu memang sebagai hadiah?
Demi Allah, seseorang tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap Allah nanti pada hari kiamat dengan membawa beban yang berat dari benda itu." (HR Mutafaqun 'Alaihi).Semoga para pemimpin kita bisa menunaikan amanah jabatannya dengan baik sehingga bangsa ini bisa maju dalam berbagai bidang.
(",)v
Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : Hj. Yuyu Yuhanah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”