Pages
▼
Minggu, 26 Agustus 2012
Kisah Abu Nawas Diperdayai Oleh Empat Orang Pencuri
Tanpa berpikir panjang lagi, Abu Nawas akhirnya memutuskan untuk menjual keledai kesayangannya. Keledai itu merupakan kendaraan kesayangan Abu Nawas dan satu-satunya selama ini.
Sebenarnya ia tidak tega untuk menjualnya. Namun, keluarga Abu Nawas amat membutuhkan uang kali ini. Dan istrinya setuju dengan keputusan Abu Nawas tersebut.
Keesokan harinya, Abu Nawas membawa keledainya ke pasar. Abu Nawas tidak tahu kalau ada sekelompok pencuri yang terdiri dari empat orang telah mengetahui keadaan dan rencana Abu Nawas itu.
Mereka sepakat akan memperdaya Abu Nawas. Rencana pun mulai mereka susun. Ketika Abu Nawas sedang beristirahat di bawah sebuah pohon rindang, salah seorang dari mereka mendekat dan berkata, "Apakah engkau akan menjual kambingmu itu?"
Tentu saja Abu Nawas terperanjat mendengar pertanyaan yang begitu tiba-tiba.
"Ini bukan kambing!" kata Abu Nawas.
"Kalau bukan kambing, lalu apa?" tanya pencuri itu selanjutnya.
"Keledai." kata Abu Nawas.
"Kalau engkau yakin itu keledai, jual saja ke pasar dan dan tanyakan pada mereka." kata komplotan salah satu pencuri itu sambil berlalu.
Abu Nawas tidak terpengaruh akan hal itu. Kemudian ia meneruskan perjalanannya. Ketika Abu Nawas sedang menunggang keledai, pencuri kedua menghampirinya dan berkata. "Mengapa kau menunggangi kambing."
"Ini bukan kambing, tapi keledai!"
"Kalau itu keledai, aku tidak bertanya seperti itu, dasar orang aneh. Kambing koq dikatakan keledai."
"Kalau ini kambing, aku pun tidak akan menungganginya." jawab Abu Nawas tanpa ragu.
"Kalau engkau tidak percaya, pergilah ke pasar dan tanyakan pada orang-orang di sana." kata pencuri kedua sambil berlalu.
Abu Nawas pun belum terpengaruh dan ia tetap berjalan menuju pasar. Pencuri ketiga datang menghampiri Abu Nawas, "Hai Abu Nawas akan kau bawa ke mana kambing itu?"
Kali ini Abu Nawas tidak segera menjawab. Ia mulai tampak ragu, sudah tiga orang yang mengatakan kalau hewan yang dibawanya itu ialah kambing.
Pencuri ketiga tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia langsung semakin merecoki otak Abu Nawas, "Sudahlah, biarpun kau bersikeras, bahwa hewan itu adalah keledai, nyatanya hewan itu benar adalah kambing, kambing, kambiinngggg!!!"
Abu Nawas berhenti sejenak untuk beristirahat di bawah pohon. Pencuri keempat melaksanakan strategi busuknya. Ia duduk di samping Abu Nawas dan mengajak tokoh cerdik ini untuk berbincang-bincang.
"A-ha! Bagus sekali kambingmu ini!" pencuri keempat membuka percakapan.
"Kau juga yakin ini kambing?" tanya Abu Nawas.
"Lho? Ya jelas sekali kalau hewan ini adalah kambing. Kalau boleh, aku ingin membelinya."
"Berapa kau mau membayarnya?"
"Tiga dirham!"
Abu Nawas setuju. Setelah menerima uang dari pencuri keempat, kemudian Abu Nawas langsung pulang. Setiba di rumah, Abu Nawas dimarahi istrinya.
"Jadi keledai itu hanya engkau jual tiga dirham lantaran mereka mengatakan, bahwa keledai itu kambing?!!" tanya istrinya dengan nada kesal.
Abu Nawas diam tak bisa menjawab. Ia hanya mendengarkan ocehan istrinya dengan setia, sambil menahan rasa dongkol. Kini ia baru menyadari, kalau sudah diperdayai oleh komplotan pencuri yang menggoyahkan akal sehatnya.
Abu Nawas yang dongkol telah diperdayai, merencanakan sesuatu. Ia pergi ke hutan mencari sebatang kayu untuk dijadikan sebuah tongkat yang nantinya bisa menghasilkan uang.
Rencana Abu Nawas ternyata berjalan lancar. Hampir semua orang membicarakan keajaiban tongkat Abu Nawas. Berita ini juga terdengar oleh para pencuri yang telah menipu Abu Nawas.
Mereka langsung tertarik. Bahkan, mereka melihat sendiri ketika Abu Nawas membeli barang atau makan tanpa membayar, tetapi cukup dengan hanya mengacungkan tongkat ajaibnya itu saja.
Mereka berpikir, kalau tongkat itu bisa dibeli, maka tentu mereka akan kaya karena hanya dengan mengacungkan tongkat itu, mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Akhirnya, demi mendapatkannya, mereka mendekati Abu Nawas dan berkata, "Apakah tongkatmu itu akan dijual?"
"Tidak." jawab Abu Nawas dengan cuex.
"Tetapi, kami bersedia membelinya dengan harga yang amat tinggi." kata mereka.
"Berapa?" kata Abu Nawas pura-pura merasa tertarik.
"Seratus dinar uang emas." kata mereka tanpa ragu-ragu.
"Tetapi tongkat ini adalah tongkat wasiat satu-satunya yang aku miliki." kata Abu Nawas sambil tetap berpura-pura tidak ingin menjual tongkatnya.
"Dengan uang seratus dinar, engkau sudah bisa hidup enak." kata mereka makin penasaran.
Abu Nawas diam beberapa saat, sepertinya merasa keberatan sekali. "Baiklah kalau begitu." kata Abu Nawas kemudian sambil menyerahkan tongkatnya.
Setelah menerima seratus dinar uang emas dari komplotan pencuri itu, Abu Nawas segera melesat pulang.
Para pencuri itu segera mencari warung terdekat untuk membuktikan keajaiban tongkat yang baru mereka beli dari Abu Nawas itu. Seusai makan, mereka mengacungkan tongkat itu kepada pemilik kedai. Melihat hal itu, tentu saja pemilik kedai marah, "Apa maksudmu mengacungkan tongkat itu padaku?"
"Bukankah Abu Nawas juga mengacungkan tongkat ini dan engkau membebaskannya?" tanya para pencuri itu.
"Benar. Tetapi engkau harus tahu, bahwa Abu Nawas menitipkan sejumlah uang kepadaku sebelum makan di sini!"
"Gila! Ternyata kita tidak mendapat keuntungan sama sekali menipu Abu Nawas. Sekarang malah kita yang rugi besar!" umpat para pencuri dengan rasa dongkol yang luarbiasa.
(",)v
Sumber : kumpulan-dongeng.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”