Sabtu, 27 Agustus 2011
Ramadhan Dan Kemerdekaan (Renungan)
Baru saja kita merayakan ulang tahun ke-66 kemerdekaan negara yang kita cintai ini. Menjadi sangat istimewa perayaan hari kemerdekaan pada tahun ini karena 1 Agustus merupakan awal Ramadhan. Dengan demikian, tanggal 'keramat' 17 Agustus bertepatan dengan tanggal 'sakral' 17 Ramadhan yang diyakini oleh sebagian besar umat Islam sebagai tanggal turunnya Alquran (Nuzulul Quran). Bukan suatu kebetulan juga ketika para pendiri bangsa dahulu menjadikan momen Ramadhan sebagai saat untuk memproklamasikan kemerdekaan Tanah Air kita dari penjajahan bangsa asing.
Kita mengakui dengan jujur dan tulus bahwa kemerdekaan yang kita raih bukan semata-mata ikhtiar manusiawi para pejuang dan orang-orang tua kita, tapi atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa. Itu artinya, kemerdekaan wajib dirayakan dengan rasa syukur. Dan, bentuk yang paling konkret dari ungkapan rasa syukur itu adalah meluaskan kemerdekaan itu kepada seluruh rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia harus merdeka, setidaknya dalam empat hal. Pertama, merdeka untuk hidup layak (keluar dari kemiskinan). Kedua, merdeka untuk mendapatkan pendidikan (lepas dari kebodohan). Ketiga, merdeka untuk hidup sehat. Dan keempat, merdeka untuk mendapatkan keadilan dan persamaan di depan hukum.
Menjadi kewajiban bagi siapa pun yang memimpin negeri ini untuk memberikan jaminan kepada rakyat agar mereka bisa hidup layak, mendapatkan pendidikan yang murah-bahkan gratis-tapi berkualitas, mendapatkan kemudahan pelayanan rumah sakit, serta mendapatkan kepastian hukum dan keadilan ketika beperkara. Itu karena pemimpin satu kaum adalah pelayan (khadim) kaum itu. Walaupun yang terjadi saat ini-harus kita akui-rakyat belum sepenuhnya menerima hak-haknya.
Tragisnya, di saat kondisi bangsa sedang menghadapi masalah besar, ekonomi yang belum stabil, pengangguran dan jumlah orang miskin yang makin meningkat, pendidikan yang semakin mahal dan sangat kapitalistis-sekuler, pelayanan kesehatan yang makin sulit dijangkau rakyat kebanyakan, ancaman disintegrasi, penegakan hukum yang terkesan jalan di tempat, dan sederet pekerjaan rumah lainnya, rasa berbangsa dan bernegara kita justru berada di titik nadir.
Kita seperti kehilangan semangat untuk bersatu, bahu-membahu membangun negeri yang kita cintai ini dalam rangka mensyukuri nikmat kemerdekaan. Yang terjadi adalah kita menjadi mudah curiga, cepat marah, dan ingin selalu mengamuk ketika aspirasi kita tidak segera ditanggapi.
Spirit Ramadhan adalah spirit pembebasan. Ramadhan sendiri berkonotasi membakar atau pembakaran. Momentum Ramadhan ini seharusnya menjadi titik berangkat bagi kita untuk memperbaiki diri. Dan bagi para pemangku kebijakan yang diberi amanah oleh rakyat untuk mengurus negara, inilah saatnya meningkatkan pelayanan untuk rakyat.
Kemudian, semangat Nuzulul Quran adalah semangat iqra: semangat membaca dan belajar, serta semangat mencerdaskan. Hal yang pertama harus kita pelajari adalah cara menata hati agar perilaku kita selalu dalam koridor yang disyariatkan Allah sebagai pemberi nikmat kemerdekaan.
(",)v
Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : Igo Ilham
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”