Senin, 30 Mei 2011
Budaya Materialisme Dan Hedonisme (Renungan)
Mencermati perilaku adik-adik kita dalam menyikapi hasil Ujian Nasional (UN) beberapa waktu lalu, tidak ada kata yang layak diucapkan kecuali prihatin. Apa yang mereka lakukan merupakan wujud dari sikap moral. Karena tidak lulus UN, mereka putus asa dan hilang harapan. Seolah tanpa ijazah, mereka tak akan bisa apa-apa.
Sekiranya mereka mengetahui bahwa tidak lulus itu adalah kehendak Allah, niscaya mereka akan biasa-biasa saja. Apalagi, bila mereka tahu bahwa Allah memberikan rezeki kepada makhluk-Nya tidak harus bergantung pada ijazah yang ia miliki. Banyak orang yang hidupnya lebih sejahtera kendati tanpa ijazah. Dan, banyak orang yang hidupnya pas-pasan, padahal pekerjaannya sesuai dengan ijazahnya.
Di sisi lain, mereka yang lulus juga melakukan perbuatan yang lebih memprihatinkan. Baju seragam yang masih layak pakai, dicoret-coret sedemikian rupa. Di beberapa kota, mereka juga melakukan konvoi sepeda motor tanpa memerhatikan bahaya dan kepentingan orang lain. Bahkan, ada pula yang membawa minuman keras untuk pesta mabuk-mabukan. Terus terang kita bertanya, pendidikan moral seperti apakah yang mereka terima di sekolah, hingga mereka berperilaku seperti itu.
Seandainya seragam yang masih layak pakai itu diberikan kepada yang membutuhkan, tentu akan lebih bermanfaat. Karena hal itu merupakan perbuatan terpuji untuk membantu saudara kita yang miskin. Hal ini juga sekaligus akan menanamkan sifat sosial pada jiwa mereka.
Kita semua menginginkan generasi masa depan yang amanah dan bertanggung jawab.
Generasi muda adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Syubbanu al-yawm rijalu al-ghadd (pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok). Jika akhlak dan tingkah laku mereka seperti yang mereka pertontonkan saat merayakan kelulusan Ujian Nasional (UN), alangkah prihatinnya kita. Sebab, cara-cara seperti ini akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang egois, mementingkan diri sendiri, perbuatan menyimpang, koruptif, dan tidak peduli dengan nasib rakyatnya. Itulah budaya materialisme dan hedonisme.
Anehnya, perilaku seperti itu telah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu. Para pendidik tampaknya membiarkan mereka seperti itu. Sudah tiba saatnya Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) mengeluarkan kebijakan agar pada tahun yang akan datang hal seperti itu tidak akan terulang lagi.
Mereka yang tidak lulus tidak perlu kecewa, apalagi putus asa dan hilang harapan. Sebab, hidup tidak selamanya bergantung pada ijazah.
Begitu pula yang lulus harus menyadari bahwa kelulusannya itu adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri dengan melakukan perbuatan yang diridhai-Nya, bukan perbuatan yang dimurkai oleh-Nya. Yang gagal tidak perlu bersedih hati dan putus asa karena masih ada kesempatan untuk menunjukkan diri. Kegagalan bukanlah malapetaka, melainkan kesuksesan yang tertunda. "Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak orang yang berputus asa kecuali orang-orang yang kafir." (QS Yusuf [12]: 87).
(",)v
Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”