Pages

Subscribe:

Kamis, 13 Januari 2011

Mengubah Diri Sendiri (Renungan)


http://ariathestrider.files.wordpress.com/2010/03/3dclocks3.jpg

Di alam ini, segala hal berubah dan tak ada yang tak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Pada masa kita sekarang, perubahan berjalan sangat cepat, bahkan dahsyat dan dramatis. Kita semua, tak bisa tidak, berjalan bersama atau seiring dengan perubahan itu. Tak berlebihan bila Alan Deutschman pernah menulis buku—untuk mengingatkan kita semua—dengan judul agak ekstrem, Change or Die (Berubah atau Mati).


Perubahan pada hakikatnya adalah ketetapan Allah (sunatullah) yang berlangsung konstan (ajek), tidak pernah berubah, serta tidak bisa dilawan sebagai bukti dari wujud dan kuasa-Nya (QS Ali Imran [3]: 190-191). Namun, perubahan yang dikehendaki, yaitu perubahan menuju kemajuan, tidak datang dari langit (given) atau datang secara cuma-cuma (taken for granted). Hal ini karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri mengubah diri mereka sendiri (QS Al-Ra`d [13]: 11).

Untuk mencapai kemajuan, setiap orang harus merencanakan perubahan. Dan, perubahan itu harus datang dan dimulai dari diri sendiri. Perubahan sejatinya tidak dapat dipaksakan dari luar, tetapi merupakan revolusi kesadaran yang lahir dari dalam. Itu sebabnya, kepada orang yang bertanya soal hijrah dan jihad, Nabi berpesan. “Ibda’ bi nafsik, faghzuha” (mulailah dari dirimu sendiri, lalu berperanglah!). (HR al-Thayalisi dari Abdullah Ibn `Umar).

Perubahan dari dalam dan dari diri sendiri, seperti diharapkan Nabi SAW dalam riwayat di atas, merupakan pangkal segala perubahan dan sekaligus merupakan kepemimpinan dalam arti yang sebenarnya. Hakikat kepemimpinan adalah kepemimpinan atas diri sendiri. Dikatakan demikian, karena seorang tak mungkin memimpin dan mengubah orang lain, bila ia tak sanggup memimpin dan mengubah dirinya sendiri.

Perubahan dalam diri manusia dimulai dari perubahan cara pandang atau perubahan paradigma pikir (mindset). Manusia tak mungkin mengubah hidupnya, bilamana ia tak mampu mengubah paradigma pikirnya. Karena itu, kita disuruh mengubah pikiran kita agar dapat mengubah hidup kita (change our thinking change our life).

Selanjutnya, perubahan paradigma harus disertai dengan perubahan dalam penguasaan ilmu dan keterampilan. Perubahan yang satu ini memerlukan pembelajaran dan pembiasaan (learning habits) yang perlu terus diasah.

Akhirnya, perubahan diri itu, menurut Imam al-Ghazali, membutuhkan tindakan nyata (al-Af`al). Ilmu hanya menjadi kekuatan jika ia benar-benar dikelola menjadi program dan tindakan nyata yang mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Pada tahap ini, tindakan menjadi faktor pamungkas dan menjadi satu-satunya kekuatan yang bisa mengubah cita-cita (harapan) menjadi realita (kenyataan). Wallahu a`lam!

(",)v




Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : A. Ilyas Ismail Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”

Lazada Indonesia