Pages
▼
Selasa, 10 Agustus 2010
Catatan Pinggir 1
Karya : Goenawan Mohamad
Penerbit : Grafiti Press
Buku ini merupakan rangkuman untuk Majalah Tempo, tiap minggu Goenawan Mohamad (GM) menulis "Catatan Pinggir" (Caping). Pria kelahiran 29 Juli 1941, di Batang, Jawa Tengah ini, yang memiliki nama panjang Goenawan Susatyo Mohamad, pernah menduduki jabatan sebagai Pemimpin Redaksi majalah Tempo yang sudah menulis pada usia 17 tahun ini juga dikenal sebagai penyair terkemuka.
Caping merupakan salah satu esai paling populer di negeri ini. Tulisan yang gaya penulisannya dikenali seperti puisi itu, memiliki penggemar dari berbagai kalangan. Mantan anggota DPR Alvin Lie dan putri Gus Dur, Anita Wahid, misalnya, merupakan penggemar Caping yang mengikuti pelatihan tersebut. Kini Caping telah dibukukan hingga 7 jilid.
Mengapa GM menulis Caping? Dengan rendah hati, penyair yang puisinya ‘Parikesit’ (1969) dan ‘Interlude’ (1971), diterjemahkan dalam berbagai bahasa itu mengaku, awalnya ia menulis sekadar untuk mengisi halaman kosong majalah Tempo. Namun ternyata, kemudian tulisan itu mendapat respon yang bagus dari pembaca. Lalu esai khas GM itu pun diberi nama Catatan Pinggir (Caping).
Catatan Pinggir terjemahan dari kata marginalia, yaitu catatan , coretan, dan komentar yang dibuat oleh pembaca di margin buku. GM mengaku bukunya selalu jorok, begitu penuh coretan dan komentar. Bila kini ada yang mengartikan caping sebagai catatan kaum pinggiran, GM tidak berkeberatan.
Sinopsis
Rubrik "Catatan Pinggir" sebagai semacam komentar, tapi juga semacam gumam, seperti kalau kita berbicara sendiri atau mencoret-coretkan kalimat di kertas kosong di tengah suara orang ramai. Atau semacam marginalia : catatan-catatan yang kita torehkan di tepi halaman buku yang sedang kita baca. Dari situlah nama "Catatan Pinggir" sebenarnya ditemukan : percikan pikiran pendek dan cepat di antara lalu lintas ide dan peristiwa-peristiwa.
GM memilih model tulisan esai karena ingin mengajak orang berpikir. Tulisan esai diperkenalkan oleh Michel de Montagne pada abad 15. Montagne berpendapat sebenarnya yang kita ketahui tidak banyak bahkan tidak ada. Sehingga, ia mempergunakan esai sebagai percobaan untuk mengajak orang berpikir untuk mendapatkan kejernihan dari kekalutan masalah.
Dalam Caping, GM sering mengutip sejumlah buku. Pengutipan ini bukan untuk gagah-gagahan. Namun, karena waktu Caping awal dibuat pada zaman Soeharto, tidak banyak buku bagus masuk ke Indonesia. Saat itu, buku yang dijual toko buku kebanyakan buku-buku ringan seperti buku rajah tangan.
Dalam Caping 1 ini, banyak pelajaran yang dapat dipetik, meski itu hanya sebuah coret-coretan dari GM. Bab demi bab mengandung makna yang kuat sesuai dengan hubungan yang berkaitan dengan bab tersebut. Kita tidak perlu berurut untuk membacanya. Cukup memilih, topik apa yang kita ingin baca dari bab-bab yang ada di Caping tersebut.
GM lewat Caping 1, mengangkat segala sendi cerita yang ada di dalam kehidupan kita sehari-hari, baik sosial, budaya, gaya hidup, tokoh, dll. Hal ini yang membuat Caping enak untuk dibaca, karena kita dituntut untuk turut menyelami makna yang terkandung di dalam setiap judul-judul yang ada pada bagian bab-babnya.
Ini merupakan salah satu bacaan wajib bagi siapa saja yang ingin merasakan nuansa yang berbeda di dalam membaca, karena GM disini berusaha mengajak pembacanya untuk senang, tersenyum, berpikir, dan menjadi terpukau lewat tulisan esai Caping ini. Satu hal lagi yang harus di garis bawahi, Caping mengalir begitu saja, apa adanya, tanpa ada yg ditutup-tutupi dan ada yang menutup-nutupinya.
(",)v
Sumber : berbagai sumber
Editor : AdeL`FarouK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”