Kamis, 17 Maret 2011
Etika Meminta Jabatan (Renungan)
Abu Musa al-Asy'ari menceritakan, "Aku bersama dua orang anak pamanku masuk menemui Nabi SAW. Salah satu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, jadikanlah kami pemimpin pada sebagaian perkara yang Allah berikan kepadamu." Orang kedua pun berkata demikian. Lalu beliau bersabda, "Demi Allah, sungguh kami tidak akan menyerahkan pekerjaan ini kepada orang yang memintanya, dan tidak pula kepada orang yang rakus kepadanya." (HR Bukhari-Muslim).
Dalam hadis di atas, Abu Musa al-Asy'ari menyertai dua orang kemenakannya yang keduanya hendak meminta jabatan tertentu dalam urusan Rasulullah SAW. Akan tetapi, melihat cara mereka berdua yang tidak etis, dengan terang-terangan meminta jabatan kepada Rasulullah SAW, beliau menolak untuk memberikan jabatan yang mereka pinta.
Bahkan, Rasulullah SAW mewanti-wanti bahwa orang yang sangat berharap pada suatu jabatan sama halnya dengan orang yang haus dan rakus dengan jabatan itu. Kedua-duanya tidak pantas untuk memangkunya. Dalam hadis tersebut kata 'meminta' menggunakan istilah "mas'alah" derivasi lain dari kata "sa'ala" yang berarti meminta dengan sangat.
Dalam tradisi bahasa Arab, derivasi dari kata ini digunakan untuk menyebut orang yang meminta-minta (pengemis); untuk berdoa dengan permintaan yang sungguh-sungguh; untuk bertanya sesuatu karena ingin tahu. Keseluruhannya memiliki makna sangat berharap terhadap sesuatu yang diinginkan. Bahkan, dalam riwayat tersebut, kata ini disandingkan dengan kata rakus.
Mengharap sesuatu dengan sungguh-sungguh bukan hal yang tercela. Tetapi, ketika meminta dan mengharapkan sesuatu dengan cara yang tidak etis, maka inilah yang menjadi perkara tidak dikabulkannya permintaan dua saudara Abu Musa tersebut dalam hadis tersebut.
Meminta sesuatu adalah perbuatan yang wajar dilakukan oleh setiap orang yang berkeperluan. Akan tetapi, meminta jabatan, merupakan perbuatan yang tidak etis dalam hadis di atas, bahkan dikategorikan sebagai bentuk kerakusan. Jabatan merupakan posisi yang strategis untuk melakukan sesuatu yang memudahkan seseorang dalam merealisasikan keinginannya.
Karena posisi strategis sebuah jabatan maka jabatan diidentikkan dengan amanat yang hanya pantas diemban oleh orang-orang yang memiliki kredibilitas. Bahkan, cara meraihnya pun harus dengan cara-cara yang etis, yaitu dengan cara mempersiapkan diri agar memiliki kredibilitas yang selaras, sehingga dipandang pantas oleh pihak lain untuk memangku jabatan tersebut.
Dalam sebuah riwayat Abdul Rahman bin Samurah berkata, "Rasulullah SAW bersabda kepadaku, "Wahai Abdur Rahman bin Samurah, jangan engkau minta kekuasaan, karena jika engkau diberi kekuasaan dengan cara meminta, maka engkau akan diserahkan (dibiarkan) kepada kekuasaan itu. Dan jika engkau diberi kekuasaan, bukan karena meminta, maka engkau akan diberi pertolongan atasnya. Dan jika engkau bersumpah atas sesuatu, lalu engkau melihat ada yang lebih baik darinya, maka beralihlah kepada yang lebih baik itu, dan bayarlah (kafarat) atas pelanggaran sumpahmu," (HR Bukhari dan Muslim).
(",)v
Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : Muhammad Saifudin Kadiran
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”