Selasa, 25 Januari 2011
Pemimpin Yang Berani (Renungan)
Salah satu sifat positif yang harus dimiliki pemimpin adalah berani (syaja'ah). Syaja'ah adalah berani karena memiliki dasar keimanan dan kebenaran yang kokoh. Pemimpin pemberani pasti mempunyai ketegasan sikap, keputusan, dan tindakan yang dilandasi oleh suara hati nurani serta pemahaman yang mantap terhadap berbagai persoalan. Sifat ini hanya dimiliki oleh orang yang kuat iman, ilmu, dan amal.
Lawan sifat syaja'ah adalah al-jubnu (pengecut). Nabi Muhammad SAW adalah figur pemberani yang patut diteladani. "Nabi SAW adalah orang yang paling baik, paling dermawan, dan paling berani." (HR Al-Bukhari). Keberanian Nabi SAW dalam mendakwahkan kebenaran Islam terbukti mampu menjadikan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin sekaligus menjadikan beliau sebagai pemimpin teragung dan paling berpengaruh sepanjang masa.
Setidaknya ada lima kategori syaja'ah yang harus dimiliki seorang pemimpin. Pertama, syaja'ah menegakkan amar makruf nahi mungkar. Pemimpin harus berani menginstruksikan kebaikan, memimpin langsung pencegahan kemungkaran dan penghentian kemaksiatan, termasuk korupsi. Pemimpin yang berani perlu memiliki ketegasan dalam "menyatakan kebenaran meskipun pahit" (HR Ahmad).
Kedua, syaja'ah belajar dan mengembangkan ilmu. Keberanian ini sangat penting agar ada kebebasan dalam mengembangkan ilmu dan menyuarakan hasil penelitian secara objektif tanpa intervensi kekuasaan. Keberanian ini mengantarkan pemimpin untuk tidak mengabdi kepada kekuasaan atau kepentingan politik, tetapi dia harus tunduk kepada kebenaran dan otoritas keilmuan.
Ketiga, syaja'ah mengakui kesalahan dan tidak berbohong, termasuk membohongi rakyatnya. Merasa dan mengakui kesalahan merupakan sikap kesatria seorang pemimpin. Karena orang bersalah cenderung menutupi kesalahannya. Mengakui dan menyesali kesalahan merupakan kunci diterimanya tobat. "Sebaik-baik orang bersalah adalah
yang mau bertobat." (HR al-Bukhari).
Keempat, syaja'ah berperang. Ketika perang Hunain berkecamuk dan sebagian tentara Islam kocar-kacir, dengan lantang Nabi SAW menyatakan: "Saya adalah Nabi; saya tidak dusta; saya adalah putra Abdullah bin Abdul Mutallib." (HR al-Bukhari dan Muslim). Keberanian beliau menghadapi musuh dalam perang dibuktikan dengan tidak mundur atau lari dari perang. Dengan keberanian itulah, para sahabat kemudian bersatu dan bersinergi kembali untuk memenangi peperangan.
Kelima, syaja'ah mengambil kebijakan dan menegakkan keadilan. Keberanian ini mengharuskan pemimpin tidak boleh bersikap ragu, tetapi harus tegas dan cerdas dalam mengambil kebijakan yang pro pada kemaslahatan masyarakat dan bangsa. Pemimpin yang berani karena didasari kebenaran iman, ilmu, dan amal saleh serta keteladanan yang baik adalah pemimpin yang mampu mengubah masa depan bangsa menjadi lebih baik.
(",)v
Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : Muhbib Abdul Wahab
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”