Pages

Minggu, 14 Oktober 2012

Dikejar Bayang-Bayang (Renungan)




Siang itu, Wahsyi begitu bersemangat dan ceria. Senyum terus tersungging di bibirnya. Janji Hindun, istri Abu Sufyan, selalu terngiang di telinganya: “Wahsyi, jika kau berhasil membunuh Hamzah, kau akan menjadi orang merdeka, sama dengan kami.”

Wahsyi membayangkan, alangkah indah hidupnya menjadi orang merdeka. Dia dapat pergi semaunya, bekerja semaunya, istirahat semaunya. Tidak seperti sekarang, semua serba tidak bebas.

Sebagai budak, dia harus patuh, apa pun keinginan sang majikan. Senyum Wahsyi semakin melebar tatkala membayangkan dirinya suatu hari nanti duduk bersama di qahwaji dengan para bangsawan Quraisy seperti Abu Sufyan. Hindun sangat dendam pada Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi SAW. Ayah dan saudara laki-lakinya gugur di tangan Hamzah sewaktu Perang Badar pada tahun kedua hijriah. Makkah sedang mempersiapkan pasukan tiga kali lebih besar daripada pasukan Perang Badar untuk menyerang Madinah.

Kekalahan dalam Perang Badar membuat kaum Quraisy terpukul. Lebih-lebih Hindun, dendamnya sangat membara. Dia berharap dendamnya dapat dibalaskan oleh Wahsyi.

Wahsyi maju ke medan Perang Uhud dengan konsentrasi penuh mencari Hamzah. Dia ikuti ke manapun Hamzah bergerak. Hamzah tidak menyadari hal itu. Hingga akhirnya, Wahsyi melemparkan tombaknya tepat mengenai Hamzah. Paman Nabi yang gagah perkasa itu pun tersungkur, gugur sebagai syahid. Wahsyi puas. Kemerdekaan sudah di depan mata.

Akan tetapi, begitu kembali ke Makkah, dia kecewa. Memang tuannya menepati janji. Dia dibebaskan dari perbudakan. Tetapi, harapannya untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan para bangsawan Quraisy tidak menjadi kenyataan. Pandangan terhadap dirinya tidak berubah, dia dianggap masih kelompok kelas dua.

Sementara itu, keadaan terus memburuk bagi pihak Quraisy. Serangan tentara sekutu dalam Perang Ahzab gagal total. Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslim berhasil menguasai Makkah. Wahsyi ketakutan. Makkah sudah jatuh ke tangan kaum Muslim. Wahsyi khawatir Rasul SAW akan balas dendam. Oleh sebab itu, dia segera melarikan diri ke Thaif.

Di kota yang berhawa sejuk itu, Wahsyi tetap ketakutan. Dia ingin menyeberang ke Habasyah, melarikan diri jauh dari Muhammad. Seseorang teman menasihatinya: “Wahsyi, sebenarnya engkau hanya dikejar oleh dosamu sendiri. Ke manapun engkau lari, bayang-bayangmu akan selalu mengikutimu. Lebih baik engkau pergi menemui Muhammad, ucapkan dua kalimat syahadat dan minta maaf kepada beliau.”

Wahsyi segera menemui Nabi SAW dan menyatakan keIslamannya seraya meminta maaf telah membunuh Hamzah dalam Perang Uhud. Nabi meminta Wahsyi menceritakan secara detail apa yang dilakukannya terhadap pamannya. Nabi tidak dapat menyembunyikan kedukaannya.

Terbayang kembali bagaimana paman beliau itu gugur. Nabi tidak akan membalas dendam. Beliau hanya meminta Wahsyi tidak memperlihatkan wajahnya di hadapan Nabi. Wahsyi tetap merasa bersalah, pikirannya belum tenang, sampai kemudian pada zaman kekhalifahan Abu Bakar, dia berhasil membunuh Musailamah al-Kadzab, yang mengaku sebagai nabi dalam harbur riddah. Setelah itu Wahsyi tenang, utangnya membunuh seorang pahlawan Islam terbayar dengan membunuh nabi palsu itu.

(",)v




Sumber : republika.co.id
Oleh : Prof. Yunahar Ilyas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”