Pages

Selasa, 11 September 2012

"Hikikomori" Fenomena Penyakit Sosial Para Remaja Jepang


Sayap-Sayap Kehidupan siradel.blogspot.com

Siapa yang tidak kenal dan kagum dengan Jepang. Sebuah negara maju dan terbesar di Asia ini tidak hanya maju secara ekonomi, akan tetapi juga memiliki kemajuan di bidang teknologi, pendidikan, serta Informasi.


Namun dibalik itu semua, Jepang sebenarnya mengalami kemunduran di bidang sosial sebagai imbalan akan kemajuannya. Berbagai penyakit psikologis telah menghantui masyaratat Jepang, karena tingkat stress yang semakin tinggi.

Bagi warga yang tidak bisa bertahan, mereka akan mengambil jalan pintas dengan mengahkiri hidupnya sendiri dengan anggapan, semakin cepat mereka lepas dari tekanan.

Selain itu, kemajuan juga telah mengubah cara bergaul pada masyarakatnya. Penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah, serta tingkat pergaulan yang tanpa batas. Bagi korban penindasan, mereka akan menjadi orang yang pendiam, tapi tetap terjun di masyarakat atau malah mengahkiri hidupnya. Terdapat juga orang yang akhirnya menarik diri dari pergaulan, orang-orang inilah yang dijuluki dengan "Hikikomori".

Hikikomori berasal dari kata menarik diri. Kebanyakan hikikomori adalah laki-laki, walau ada juga yang perempuan. Faktor penyebabnya tidak begitu jelas, namun kebanyakan publik menyalahkan faktor keluarga, dimana hilangnya figur seorang ayah yang bekerja dari pagi hingga larut malam, yang akhirnya tidak sempat melakukan interaksi dengan anaknya, serta ibu yang dianggap terlalu memanjakan anaknya (mungkin karena jumlah anak yang dimiliki keluarga Jepang itu sedikit).

Tekanan akademik di sekolah, pelecehan di sekolah (school bullying), dan video game di Jepang yang luar biasa menggoda. Mungkin bisa di bilang mereka menarik diri dari tekanan kompetisi pelajar, pelaku ekonomi atau pekerja di negara yang luar biasa kompetisi-nya.

Jumlah pastinya tidak diketahui secara kongkrit, ada yang menghitung sekitar 1 persen dari populasi. Ini berarti sekitar 1 juta orang Jepang hikikomori. Hitungan yang lebih konservatif berkisar antara 100 ribu dan 320 ribu orang yang hikikomori. Mereka biasanya berusia 13-14 tahun, walau kadangkala ada juga orang yang menjadi hikikomori bahkan lebih dari 10 tahun.

Mungkin orang akan menganggap hikikomori itu sama dengan otaku. Namun, sebenarnya hal itu berbeda adanya. Otaku adalah orang yang memiliki minat atau hobi yang berlebihan, sehingga mereka mengabaikan kegiatan yang lain, tapi mereka masih berinteraksi dengan keluarga atau teman di dunia nyata.


Sayap-Sayap Kehidupan siradel.blogspot.com


Seperti penggemar komik yang berlebihan, atau orang yang suka dengan model kit secara berlebihan. Akan tetapi, pada dasarnya semua hikikomori itu ialah otaku, karena pelarian dari beban mereka adalah dengan memfokuskan diri pada hal yang mereka sukai, agar mereka tidak teringat akan sakitnya pergaulan sosial itu.

Lalu, apa yang mereka lakukan? Tentu saja hanya diam di kamar dan bergulat dengan dunia maya, menonton anime, baca manga, bahkan terkadang aktivitas makan dan buang air kecil pun dilakukan di kamar. Walau tidak punya kamar mandi, mereka akan menampungnya di plastik atau botol.

Lantas bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhannya? Biasanya hikikomori akan keluar sebulan sekali untuk membeli perlengkapan "mengurung diri"-nya itu, mereka tetap mendapat uang dari orangtua, bahkan terkadang mereka memaksa orangtua untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Hal yang terekstrim adalah ada juga hikikomori yang menculik gadis kecil untuk "disimpan" sebagai "teman" di kamarnya. Mereka mungkin akan melepaskan gadis tersebut klo mereka ingin, atau gadis itu harus mencari jalan keluarnya sendiri, atau dia tidak akan pernah bisa keluar lagi.

Tekanan di sekolah sedikit banyak juga berpengaruh, misalnya karena pribadi itu terlalu gemuk, atau kurus, memiliki bentuk fisik yang berbeda dari yang lainnya, seperti tinggi badan, atau karena dia memiliki kelebihan lain.

Ada tulisan yang menyatakan, bahwa ada hikikomori yang sebenarnya anak berbakat dalam bidang olahraga, namun tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkannya di sekolah.

Seperti pepatah jepang mengatakan, paku yang menonjol akan di palu untuk menjadi seragam. Di jepang, keseragaman adalah utama, penampilan dan respek (postur tubuh atau muka) adalah penting, maka pemberontakan akan kompetisi dilakukan dengan menarik diri.

Semakin tua diri seseorang hikikomori, semakin kecil pula kemungkinan dia bisa berkompeten di dunia luarnya. Bila setahun lebih hikikomori, ada kemungkinan dia tidak bisa kembali normal lagi untuk bekerja atau membangun relasi sosial dalam waktu lama, menikah misalnya.

Beberapa tidak akan pernah meninggalkan rumah orang tuanya. Pada banyak kasus, saat orang tuanya meninggal atau pensiun akan menimbulkan masalah, karena mereka tanpa kemampuan kerja dan sosial minimal – bahkan untuk membicarakan masalahnya dengan orang lain atau kantor pemerintah.

Hikikomori memang salah satu masalah bagi Jepang, setelah lebih dari satu dekade sebelumya menikmati kemajuan ekonomi yang sangat luar biasa. Beberapa dekade terakhir ini, negara jepang masih bergulat mengembalikan kejayaan ekonominya, walau masih jauh dari puncak sebelumnya.

Akibatnya banyak lowongan kerja penuh waktu atau salariman (yang menerima gaji tetap tiap bulan dan akan menikmati uang pensiun) menjadi hal yang sulit di dapat. Walau pekerjaan paruh waktu tetap banyak, tetapi kemapanan bekerja di satu perusahaan dengan gaji tetap tiap bulan dan menikmati keamanan uang pensiun, merupakan angan-angan sebagian besar pekerja di Jepang.

Satu sebab lainnya adalah kultur gender, dimana anak laki-laki mendapat tekanan untuk sukses di bidang akademik dan pekerjaan di banding anak perempuan. Seperti biasa, sekolah dari pagi hingga sore, kemudian dilanjutkan dengan sekolah private untuk persiapan masuk universitas hampir selama tujuh hari seminggu.

Karena hanya dengan masuk universitas bergengsi (Universitas Tokyo, misalnya), mereka bisa di rekrut masuk dalam kelas pekerja tetap dan menikmati pensiun. Sisanya bekerja di pekerjaan paruh waktu atau tanpa pekerjaan sama sekali, yang tidak memberikan keamanan finansial yang tetap.

Dimana pada satu titik, beberapa merasa masa bodoh dengan tekanan ini, keluar dari jalur kompetisi dan menutup dirinya – hikikomori. Alhasil ada sekelompok pemuda yang tidak bisa dan tidak akan ikut dalam kelas pekerja Jepang – yang terkenal pekerja keras itu.

Walau para hikikomori tidak memiliki teman di dunia nyata, akan tetapi mereka memiliki jaringan para hikikomori di dunia maya. Kegiatannya? Tentu saja berbagi informasi tentang game yang baru release, atau ada anime baru, atau tentang artis cantik yang menjadi idola remaja, dan mereka berinteraksi tanpa pernah bertemu satu sama lain.

Mungkin Fenomena ini belum banyak ada di Indonesia, namun kita perlu mewaspadainya mulai dari sekarang. Menjaga interaksi yang baik dengan keluarga merupakan salah satu usaha pencegahan, keterbukaan satu sama lain, saling support, serta mau mendengarkan merupakan bantuan yang tepat bagi orang lain, terutama dalam keluarga kita, supaya mereka tidak semakin tertekan hingga ahkirnya terjerumus ke hal-hal negatif.

(",)v




Sumber : apasih.com

2 komentar:

  1. Artikel yang sangat menarik... semoga blognya terus berkembang... Saya ingin berbagi wawancara dengan Akira Kurosawa (imajiner) di http://stenote-berkata.blogspot.com/2018/04/wawancara-dengan-akira.html

    BalasHapus

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”