Pages

Jumat, 31 Agustus 2012

Si Kancil Dan Timun Pak Tani



Siang itu terasa sangat panas sekali. Matahari bersinar dengan terik dan garangnya. Tapi hal itu tidak terlalu dirasakan oleh si Kancil. Dia sedang asyiknya tidur nyenyak di bawah sebatang pohon yang rindang.

Tiba-tiba saja, mimpi indahnya terputus. "Tolong! Tolong!" terdengar teriakan dan jeritan berulang-ulang. Lalu, terdengar suara derap kaki binatang-binatang yang sedang berlari-lari.

"Ada apa, sih?" kata si Kancil. Matanya berkejap-kejap, terasa berat untuk dibuka karena masih mengantuk.

Di kejauhan, tampak segerombolan binatang berlari-lari menuju ke arahnya. "Kebakaran! Kebakaran!" teriak Kambing. "Ayo lari, Cil! Ada kebakaran di hutan!"

Memang benar. Asap tebal membubung tinggi ke angkasa. Si Kancil ketakutan melihat hal itu. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung bangkit dan berlari mengikuti teman-temannya.

Si Kancil terus berlari. Dan ternyata cepat juga larinya. Ya, walaupun si Kancil bertubuh kecil, tapi dia dapat berlari dengan cepat. Tanpa terasa, si Kancil telah berlari jauh, meninggalkan teman-temannya.

"Aduh, napasku rasanya telah habis," si Kancil berhenti sejenak dengan napas terengah-engah, lalu duduk beristirahat.

"Lho, dimana binatang-binatang lainnya?" Walaupun si Kancil merasa senang karena telah lolos dari bahaya, tiba-tiba dia pun merasa takut.

"Wah, aku berada di mana sekarang ini? Sepertinya aku belum pernah ke sini." Si Kancil berjalan sambil mengamati daerah sekitarnya.

"Waduh, sepertinya aku tersesat. Mana sendirian lagi. Bagaimana ini?" si Kancil semakin takut dan bingung. "Tuhan, tolonglah aku."

Kancil terus berjalan menjelajahi hutan yang belum pernah dilaluinya. Tanpa terasa, dia tiba di pinggir sebuah hutan. Dia melihat sebuah ladang milik Pak Tani.

"Ladang sayur dan buah-buahan? Oh, syukurlah. Terima kasih, Tuhan," mata Kancil membelalak. Ladang itu penuh dengan sayur-sayuran dan buah-buahan yang siap dipanen. Wow, asyik sekali!

"Kebetulan, aku haus dan lapar sekali," kata si Kancil sambil menelan air liurnya.

"Tenggorokanku juga terasa sangat kering. Dan perutku keroncongan minta diisi. Makan dulu, ahhhh." Dengan tanpa dosa, Kancil melahap sayur-sayuran dan buah-buahan yang ada di ladang.

Kasihan Pak Tani. Dia pasti akan marah besar kalau melihat kejadian ini. Si Kancil ini ternyata memang nakal sekali, ya?

"Hmmm, sedap sekali rasanya," kata si Kancil sambil mengusap-usap perutnya yang kekenyangan.

"Andai saja setiap hari bisa pesta seperti ini, pasti asyik sekali." gumamnya berkhayal dalam hati.

Setelah puas, si Kancil merebahkan dirinya di bawah sebatang pohon yang rindang. Semilir angin yang bertiup, membuatnya mengantuk.

"Hoammm, aku jadi kepingin tidur lagi," kata si Kancil sambil menguap.

Akhirnya, binatang yang nakal itu tertidur, melanjutkan tidur siangnya yang terganggu gara-gara kebakaran di hutan tadi. Wah, tidurnya begitu pulas, sampai terdengar suara dengkurannya. Krr... krr... krrr...

Keesokan harinya ketika bangun dari tidur pulasnya, si Kancil merasa lapar lagi.

"Wah, pesta harus berlanjut lagi, nih," kata si Kancil pada dirinya sendiri.

"Kali ini aku harus pilih-pilih dulu, siapa tahu ada buah timun kesukaanku."

Maka Kancil berjalan-jalan mengitari ladang Pak Tani yang luas itu.

"Wow, itu dia yang kucari!" seru Kancil gembira.

"Hmmm, timunnya kelihatan begitu segar, mana besar-besar lagi! Wah, pasti sedap sekali nih rasanya." Si Kancil langsung makan buah timun itu sampai kenyang.

"Wow, sedap sekali sarapan timun," kata Kancil sambil tersenyum puas.

Hari sudah agak siang. Lalu si Kancil kembali ke bawah pohon rindang untuk beristirahat.

Pak Tani datang dan terkejut sekali ketika melihat ladangnya. "Hahhh, ladang timunku kok jadi berantakan begini!" kata Pak Tani geram.

"Perbuatan siapa ini?! Pasti ada hama baru yang ganas. Atau mungkinkah ada bocah nakal atau binatang yang lapar mencuri timun-timunku ini?" Pak Tani masih geram dan kesal.

Ladang timun itu memang benar-benar berantakan oleh ulah si Kancil. Banyak pohon timun yang rusak karena terinjak-injak. Dan banyak pula serpihan buah timun yang berserakan di tanah.

"Hmmm, awas, ya! Lihat saja kalau sampai tertangkap!" omel Pak Tani sambil mengibas-ngibaskan sabitnya yang mengkilat-kilat terkena cahaya matahari.

"Panen timunku berantakan begini jadinya." gumam Pak Tani sedih dan kesal.

Maka, seharian itu Pak Tani sibuk membenahi kembali ladangnya yang berantakan, tanpa mengetahui siapa yang telah tega berbuat seperti itu terhadap ladang miliknya.

Dari tempat istirahatnya, rupanya si Kancil secara diam-diam terus memperhatikan Pak Tani itu.

"Hmmm, pasti dia yang bernama Pak Tani," kata si Kancil pada dirinya sendiri.

"Kumisnya boleh juga. Tebal, hitam, dan melengkung ke atas. Ternyata dia lucu sekali. Hi... hi... hi...." si Kancil terus memperhatikan Pak Tani yang dianggapnya lucu itu.

Sebelumnya, si Kancil memang belum pernah bertemu dengan manusia. Tapi, dia sering mendengar cerita tentang Pak Tani dari teman-temannya.

"Aduh, Pak Tani itu kok lama sekali, ya?" ujar si Kancil.

Ya, dia telah menunggu lama sekali. Siang itusi Kancil ingin makan timun lagi. Rupanya dia ketagihan makan buah timun yang segar itu di ladang Pak Tani.

Sore harinya, Pak Tani pulang sambil memanggul keranjang yang berisi timun di bahunya. Dia pulang sambil mengomel, karena hasil panennya jadi berkurang. Dan waktunya seharian habis untuk menata kembali ladangnya yang berantakan.

"Ah, akhirnya tiba juga waktu yang kutunggu-tunggu," si Kancil lantas bangkit dan berjalan menuju ke ladang milik Pak Tani. Binatang yang nakal itu kembali berpesta pora memakan timun Pak Tani.

Keesokan harinya, Pak Tani geram dan marah-marah melihat ladangnya berantakan lagi.

"Benar-benar keterlaluan! " seru Pak Tani sambil mengepalkan tangannya.

"Ternyata bukan hanya timun, tanaman lainnya juga rusak dan dicuri." Pak Tani berlutut di tanah untuk mengetahui jejak si pencuri.

"Hmmm, pencurinya pasti binatang," kata Pak Tani.

"Jejak kaki manusia tentu tidak begini bentuknya." Pak Tani coba menebak.

Pemilik ladang yang malang itu bertekad untuk menangkap si pencuri. "Aku harus membuat perangkap untuk menangkapnya!"

Maka Pak Tani segera meninggalkan ladang. Setiba di rumahnya, dia membuat sebuah boneka yang menyerupai manusia. Lalu, dia melumuri orang-orangan ladang itu dengan getah nangka yang lengket.

Pak Tani kembali lagi ke ladang. Orang-orangan itu dipasangnya di tengah-tengah ladang timun. Bentuknya persis seperti manusia yang sedang berjaga-jaga. Pakaiannya yang kedodoran berkibar-kibar tertiup angin. Sementara kepalanya memakai caping, seperti milik Pak Tani.

"Wah, sepertinya Pak Tani tidak sendirian lagi," ucap si Kancil, melihat dari kejauhan.

"Kini dia datang bersama temannya. Tapi mengapa temannya itu diam saja, ya? Dan Pak Tani meninggalkannya sendirian di tengah ladang itu?"

Lama sekali si Kancil menunggu kepergian teman Pak Tani. Akhirnya dia tak tahan lagi.

"Ah, lebih baik aku ke sana," kata si Kancil memutuskan. "Sekalian minta maaf, karena telah mencuri timun Pak Tani. Siapa tahu aku malah diberinya timun secara gratis."

"Maafkan saya, Pak," sesal si Kancil di depan orango-rangan ladang itu. "Sayalah yang telah mencuri timun Pak Tani. Perut saya lapar sekali. Bapak tidak marah, kan?"

Tentu saja orang-orangan ladang itu tidak menjawab. Berkali-kali Kancil meminta maaf, akan tetapi orang-orangan itu tetap diam saja. Wajahnya tersenyum, tampak seperti mengejek si Kancil.

"Huh, sombong sekali orang ini!" seru si Kancil marah.

"Aku sudah minta maaf kok diam saja. Malah tersenyum mengejek seperti itu. Memangnya ada yang lucu apa?" gerutunya.

Akhirnya si Kancil tak tahan lagi. Ditinjunya orang-orangan ladang itu dengan tangan kanan. Buuuk! Lho, kok tangannya tidak bisa ditarik? Ditinjunya lagi dengan tangan kiri. Buuuk! Wah, kini kedua tangannya melekat erat di tubuh boneka itu.

"Lepaskan tanganku! Lepaskan tangankuuu!!!" erang si Kancil dengan jengkel.

"Kalau tidak kau lepas, kutendang kau!" Buuuk! Kini kaki si Kancil malah melekat juga di tubuh orang-orangan itu. "Aduh, kok bisa begini? Bagaimana ini?"

Sore harinya, Pak Tani kembali ke ladang. "Nah, ini dia pencurinya!" Pak Tani senang sekali melihat jebakannya berhasil.

"Rupanya kaulah yang telah merusak ladang dan mencuri timun-timunku." Pak Tani tertawa ketika melepaskan si Kancil.

"Katanya kancil binatang yang cerdik," ejek Pak Tani.

"Tapi kok tertipu oleh orang-orangan ladang. Ha... ha... ha...." Pak Tani mengejek dan tertawa puas.

Si Kancil pasrah saja ketika dibawa pulang ke rumah Pak Tani. Dia dikurung di dalam sebuah kandang ayam. Tetapi, si Kancil terkejut ketika Pak Tani menyuruh istrinya menyiapkan bumbu sate.

"Aku harus segera keluar malam ini juga," tekad si Kancil. "Kalau tidak, bisa tamatlah riwayatku."

Malam harinya, ketika seisi rumah sudah tidur, si Kancil memanggil-manggil Anjing, si penjaga rumah Pak Tani.

"Ssst... Anjing, kemarilah," bisik si Kancil.

"Perkenalkan, aku Kancil. Binatang piaraan baru Pak Tani. Tahukah kau? Besok aku akan diajak jalan-jalan sama Pak Tani untuk menghadiri pesta di rumah Pak Lurah. Asyik, ya?" si Kancil mencoba membuat Anjing itu iri.

Anjing sangat terkejut mendengarnya. "Apaaa?!! Aku tak percaya! Aku yang sudah lama saja ikut Pak Tani, tidak pernah diajaknya pergi. Ehhh, sekarang kau yang baru kenal, malah kau yang diajaknya."

Si Kancil tersenyum penuh arti, pancingannya berhasil dimakan bulat-bulat oleh Anjing tersebut. "Yah, terserah kalau kau tidak percaya. Lihat saja besok! Aku tidak bohong!"

Rupanya Anjing terpengaruh oleh kata-kata si Kancil. Dia meminta agar si Kancil membujuk Pak Tani, untuk mengajaknya turut pergi ke pesta itu.

"Oke, aku akan berusaha membujuk Pak Tani," janji si Kancil.

"Tapi, malam ini kau harus menemaniku tidur di kandang ayam. Bagaimana?" si Kancil memberi syarat ke Anjing.

Anjing pun setuju dengan tawaran si Kancil. Dia segera membuka gerendel pintu kandang, dan masuk ke dalamnya. Dengan sigap, Kancil cepat-cepat keluar dari kandang.

"Terima kasih," kata si Kancil sambil menutup kembali gerendel pintu.

"Maaf lho, aku terpaksa berbohong. Titip salam ya Anjing, buat Pak Tani. Dan tolong sampaikan maafku padanya." Kancil segera berlari meninggalkan rumah Pak Tani.

Anjing yang malang itu baru menyadari kejadian sebenarnya, ketika si Kancil sudah menghilang dari penglihatannya.

"Kancil yang cerdik, ternyata mudah diperdaya oleh Pak Tani. Itulah sebabnya kita tidak boleh takabur. Dan Anjing yang bodoh, dengan mudah dikelabui oleh si Kancil. Itulah sebabnya kita tidak boleh iri dengki."

(",)v




Sumber : mythdunia.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”