Pages
▼
Senin, 13 Agustus 2012
Misteri "Masjid Tua Wapawue" Yang Ajaib Dan Terbuat Dari Pohon Sagu
Di bagian belahan timur Indonesia, berdirilah sebuah masjid tua yang sangat bersejarah dan selalu diliputi keajaiban. Bukan hanya sekadar tua, melainkan yang tertua di Maluku, karena telah ada sejak tahun 1414 M. Masjid tua itu dikenal dengan nama Masjid Wapawue.
Dari segi arsitekturnya, bisa jadi inilah satu-satunya masjid yang terbuat dari pelepah sagu dan dipertahankan keasliannya selama berabad-abad. Berdiri di atas sebidang tanah yang oleh warga setempat diberi nama Teon Samaiha. Letaknya di antara pemukiman penduduk Kaitetu.
Konstruksinya berdinding gaba-gaba (pelepah sagu yang kering), masih berfungsi dengan baik sebagai tempat shalat, kendati sudah ada masjid baru di desa tersebut.
Bangunan induk Masjid Wapauwe hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter. Tipologi bangunannya berbentuk empat bujur sangkar.
Di dalam masjid ini tersimpan Mushaf Al Qur'an yang konon termasuk tertua di Indonesia. Yang tertua adalah Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy yang selesai ditulis (tangan) pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan pinggir).
Sedangkan Mushaf lainnya adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada tahun 1590, dan juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan pada kertas produk Eropa.
Sekarang, perhatikan keajaiban yang selalu melingkupi Masjid Wapawue ini, percaya atau tidak :
1. Masjid pindah sendiri
Pada mulanya, masjid ini bernama Masjid Wawane, karena dibangun di Lereng Gunung Wawane oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara). Jadi bukan di Kaitetu.
Jamilu datang ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M untuk menyebarkan ajaran agama Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane, yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly.
Ketika VOC menguasai bumi rempah-rempah Maluku, Belanda mengganggu kedamaian penduduk lima kampung yang telah menganut ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Belanda kemudian melakukan proses penurunan penduduk dari daerah pegunungan, tidak terkecuali penduduk kelima negeri tadi. Merasa tidak aman dengan ulah Belanda, Masjid Wawane dipindahkan pada tahun 1614 ke Kampung Tehala yang berjarak 6 km sebelah timur Wawane.
Ada sebuah hikayat yang kemudian diceritakan dari generasi ke generasi. Dikisahkan ketika masyarakat Tehala, Atetu dan Nukuhaly turun ke pesisir pantai dan bergabung menjadi negeri Kaitetu, Masjid Wapauwe masih berada di dataran Tehala.
Namun pada suatu pagi, ketika masyarakat bangun dari tidurnya, masjid secara ghaib telah berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di tanah Teon Samaiha, lengkap dengan segala kelengkapannya.
"Menurut kepercayaan kami (masyarakat Kaitetu), masjid ini berpindah secara ghaib. Karena menurut cerita orang tua-tua kami, saat masyarakat bangun pagi kala itu, ternyata masjid sudah ada," kata Ain Nukuhaly, warga Kaitetu.
2. Dedaunan tak berani
Seperti dikisahkan sebelumnya, masjid yang awalnya bernama Wawane ini kemudian berganti nama menjadi Wapawue. Tempat masjid ini berada di daerah yang banyak tumbuh pepohonan mangga hutan atau mangga berabu. Dalam bahasa Kaitetu disebut "Wapa". Karena itulah, Wapawue berarti "masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu."
Ada keanehan yang selalu terjadi. Jika ada daun dari pepohonan di sekitar tempat itu gugur, secara ajaib tak ada sehelai daun pun yang jatuh di atasnya.
3. Tak bisa hancur?
Masjid Wapawue berada di antara situs-situs bersejarah, antara lain benteng tua "New Amsterdam" dan gereja tua peninggalan Portugis dan Belanda.
Saat kerusuhan di Ambon meletus tahun 1999, banyak bangunan hancur karena konflik agama tersebut. Termasuk gereja tua tadi. Sementara Masjid Wapawue tetap berdiri kokoh tanpa ada gangguan sama sekali, padahal letaknya hanya sekitar 150 meter dari gereja tua dan benteng bersejarah.
Keajaiban atau kebetulan, Walahu'alam Bishowab.
(",)v
Sumber : apakabardunia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”