Pages

Selasa, 10 Juli 2012

"Bung Hatta" Teladan Sosok Sederhana Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia



Bicara soal kemerdekaan Indonesia, maka ingatan kita tak lepas dari sosok bapak bangsa satu ini. Pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902, DR. (HC) Drs. H. Mohammad Hatta atau yang lebih dikenal dengan sebutan "Bung Hatta" ialah Proklamator Republik Indonesia, Wakil Presiden I RI, Bapak Koperasi Indonesia, Ekonom handal Indonesia, Diplomat, Negarawan, dan sudah tentu beliau merupakan Pahlawan Nasional Indonesia.

Gaya hidup rata-rata para pejabat yang ada saat ini, yang identik dengan kehidupan glamour, dandanan mentereng, rumah mewah, mobil mewah, harta dimana-mana, sangat jauh bahkan bagai langit dan bumi dengan sosok sederhana Bung Hatta. Maka wajar saja, jika masyarakat pun pada akhirnya sangat merindukan figur-figur pemimpin yang sederhana dan pantas untuk dijadikan teladan seperti Bunga Hatta.

Kisah-kisah kesederhanaan beliau, tertuang rapi di dalam catatan sejarah Indonesia pada tinta emas yang berkemilau dengan Indah. Dan itu akan selalu menjadi kenangan yang berharga, dimana para anak bangsa Indonesia yang ada saat ini dan ada di masa yang akan datang, dapat menjadikannya suri teladan di dalam menjalankan segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari.

Kala itu Bung Hatta baru menikah dengan Ny. Rahmi 3 bulan setelah memproklamasikan kemerdekaan RI bersama rekan seperjuangannya, Bung Karno, yaitu tepatnya pada tanggal 18 November 1945. Beliau sudah berumur 43 tahun ketika itu. Dan apa yang dipersembahkan Bung Hatta sebagai mas kawinnya? Hanya sebuah buku "Alam Pikiran Yunani" yang dikarangnya sendiri semasa dibuang ke Banda Naira di tahun 1930-an.





Pada suatu hari, di tahun 1950 yang lalu, Wakil Presiden I RI, Muhammad Hatta, baru saja pulang ke rumahnya. Begitu beliau menginjakkan kakinya di rumah, ia langsung ditanya oleh istrinya tercinta, Ny. Rahmi Rachim, yaitu soal kebijakan pemotongan nilai mata Oeang Republik Indonesia (ORI) dari 100 rupiah menjadi 1 rupiah.

Wajar jika hal itu ditanyakannya, sebab gara-gara itulah akhirnya Ny. Rahmi tidak dapat membeli mesin jahit yang diidam-idamkannya selama ini, akibat pengurangan nilai mata uang saat itu. Padahal, ia sudah cukup lama menabung untuk membeli mesin jahit yang baru. Akan tetapi, Bung Hatta berkata :

"Sunggguhpun saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit, demi kepentingan seluruh negara. Kita coba menabung lagi, ya?" jawab Bung Hatta.

Kisah mesin jahit itu merupakan salah satu contoh saja dari kesederhanaan hidup Sang Proklamator RI, Bung Hatta, beserta keluarganya. Sejak kecil, Bung Hatta sudah dikenal hemat dan suka menabung. Akan tetapi, uang tabungannya itu selalu habis untuk keperluan sehari-hari dan membeli buku, serta membantu orang yang memerlukannya.

Yang lebih mengharukan lagi, di tahun yang sama 1950-an, ada sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi bernama "Bally". Dan harganya tentulah tidak murah. Bung Hatta ingin sekali membelinya suatu hari nanti. Maka, beliau pun kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, dan berusaha menyicil menabung sedikit demi sedikit, agar bisa membeli sepatu idaman tersebut jika tabungannya sudah cukup.

Namun sayang, saking mepetnya keuangan Bung Hatta, dan tabungan yang dirintisnya perlahan-lahan itu tak pernah mencukupi, karena tabungan itu selalu terambil olehnya untuk keperluan rumah tangga dan membantu kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan, maka sepasang sepatu Bally idamannya itupun tidak pernah terbeli hingga akhir hayatnya.

Tak terbayangkan, bagaimana mungkin seorang yang pernah menjadi orang nomor 2 di negeri ini, tidak mampu membeli sepasang sepatu bermerk seperti Bally. Padahal, jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu yang termasuk ke dalam jajaran tinggi wakil negara, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung Hatta untuk memperoleh sepatu Bally. Dan itu sangat sangat sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan para pejabat yang ada saat ini tentunya.

Yang lebih mengharukan lagi dari kisah ini ialah guntingan iklan sepatu Bally itu masih tersimpan rapi dan akan terus menjadi saksi dari sebuah keinginan sederhana seorang Bung Hatta, hingga beliau wafat pada 14 Maret 1980 di usia 77 tahun.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Wapres di tahun 1956, keuangan keluarga Bung Hatta semakin berada dalam kondisi kritis. Uang pensiun yang didapatkannya sangat amatlah kecil. Di dalam buku "Pribadi Manusia Hatta, Seri 1," tertulis, bahwa Ny. Rahmi menceritakan, Bung Hatta pernah marah besar ketika anaknya memberi usul, agar keluarganya menaruh "bokor" sebagai tempat uang sumbangan tamu yang datang berkunjung ke rumah mereka.

Lebih lanjut lagi Ny. Rahmi mengenang, Bung Hatta suatu ketika terkejut sekali menerima rekening listrik yang tagihannya besar sekali. "Bagaimana saya bisa membayar dengan uang pensiun saya?" kata Bung Hatta. Kemudian Bung Hatta lantas mengirim surat kepada Gubernur DKI waktu itu, Ali Sadikin, agar memotong uang pensiunnya untuk membayar rekening listrik. Akan tetapi, akhirnya Pemprov DKI kemudian menanggung seluruh biaya listrik dan PAM keluarga Bung Hatta.




Dari beberapa kisah-kisah diatas, akan kesederhanaan seorang bapak Proklamator Republik Indonesia, terdapat keistimewaan yang luar biasa dari sosok Bung Hatta. Beliau tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan diri sendiri kepada orang lain. Bung Hatta lebih memilih jalan sukar dan lama, yang walaupun pada akhirnya ternyata gagal, karena beliau lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri.

Keteladanan yang sangat tinggi itu telah beliau tinggalkan untuk generasi penerus bangsa ini, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, santun bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berhutang atau bergantung pada orang lain.

Bung Hatta ialah pendiri Republik Indonesia, negarawan tulen, dan seorang ekonom yang handal. Namun dibalik itu semua, beliau adalah sosok yang rendah hati. Sifat kesederhanaannya pun akan dikenal dan dikenang sepanjang masa. Hal inilah yang akhirnya menyentuh nurani seorang musisi besar Indonesia, Iwan Fals, yaitu dengan mengabadikan kepribadian Bung Hatta yang mempesona itu di dalam sebuah syair lagu ciptaannya yang berjudul "Bung Hatta".


Tuhan terlalu cepat semua
Kau panggil satu-satunya yang tersisa
Proklamator tercinta

Jujur lugu dan bijaksana
Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa
Rakyat Indonesia

Hujan air mata dari pelosok negeri
Saat melepas engkau pergi
Berjuta kepala tertunduk haru
Terlintas nama seorang sahabat
Yang tak lepas dari namamu
Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang jelas, jiwa sederhanamu
Bernisan bangga, berkapal doa
Dari kami yang merindukan orang
Sepertimu...




(",)v

3 komentar:

  1. subhanallah... salut dengan sifat rendah hatinya bung hatta. semoga pemimpin2 kita bisa jadi seperti beliau. amin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin,, semoga akan muncul hatta² muda di masa yg akan datang,,

      Hapus
  2. amien . gwe jga berdoa semoga indonesia tetap makmur dan tentram , amieeen !!!!!!

    BalasHapus

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”