Minggu, 03 Juli 2011
Mewaspadai Harta Kekayaan (Renungan)
Tidaklah keliru jika setiap orang ingin hidup senang dan bahagia. Hal itu merupakan fitrah manusia yang dikonfirmasi oleh Alquran. "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diinginkan, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik." (QS 3:14).
Umat Islam boleh mencintai istri, keluarga, dan berbagai harta kekayaan, tetapi Rasulullah SAW berpesan, "Bagi tiap sesuatu terdapat ujian dan cobaan. Ujian serta cobaan terhadap umatku ialah harta benda." (HR Tirmidzi).
Pada zaman Nabi, ada seorang sahabat yang lalai terhadap harta kekayaannya, Tsa'labah namanya. Ia seorang sahabat Nabi yang hidup sangat kekurangan. Pada kondisi kekurangan, ia sangat rajin shalat berjamaah. Namun, ketika mulai banyak memiliki harta, dia mulai sering terlambat shalat dan akhirnya tidak mau lagi shalat berjamaah di masjid, bahkan belakangan dia berani menolak membayar zakat.
Rasulullah SAW pun mengingatkannya, tetapi apa boleh dikata, nuraninya telah dibutakan oleh kekayaannya. Ia tetap menolak membayar zakat. Akhirnya, ia menjadi kufur dan menjadi miskin kembali. Kita tentu tidak ingin demikian. Atas sikap Tsa'labah ini, Rasulullah SAW bersabda, "Cinta yang sangat (berlebihan) terhadap harta dan kedudukan dapat mengikis agama seseorang." (HR at-Thusi). Jadi, harta kekayaan harus kita waspadai, jangan sampai melenakan kita dari tujuan utama mendapat rida Allah SWT.
Seperti yang hari ini kita saksikan, sebagian umat Islam lalai terhadap agamanya karena kecintaan yang tidak wajar terhadap harta kekayaan. Yang miskin mencuri. Yang pejabat korupsi. Yang artis mengumbar aurat. Yang berilmu menjual ayat. Yang pelajar tidak jujur. Yang hakim tidak adil. Semua dilakukan demi harta kekayaan. Agama tidak lagi menjadi pedoman hidupnya. Jika diingatkan, sebagian berargumentasi, "Ini zaman edan yang tidak edan gak kebagian." Ada lagi yang mengatakan, "Cari yang haram saja susah, apalagi yang halal."
Saudaraku, harta kekayaan itu perlu dan Islam tidak mencela harta kekayaan, tetapi kita mesti waspada jangan sampai harta kekayaan justru menjadikan kita lalai dari tujuan utama mendapat keridaan-Nya. Harta kekayaan itu harus menambah kualitas ketakwaan kita.
Apakah kita ingin mengalami nasib serupa dengan Qarun, sang kaya raya yang mati ditelan bumi. Apakah kita juga akan menjadi ahli waris Firaun yang mati ditenggelamkan di laut. Apakah kita ingin seperti Tsa'labah yang miskin, lalu kaya sebentar, kemudian kufur dan miskin lagi karena mencintai harta kekayaan secara berlebihan.
Allah berfirman, "Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya serta dari berjihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS 9:24). Wallahu a'lam.
(",)v
Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : Dr. Abdul Mannan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”