Pages
▼
Sabtu, 18 Juni 2011
Kisah Abu Nawas Dan Botol Ajaib
Tiada ada henti-hentinya, tak ada kapok-kapoknya, Baginda Raja Harun Al Rasyid selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hingga sampai hari inipun, Abu Nawas dipanggil juga ke istana.
Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. "Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin," kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan, hingga hamba dipanggil," tanya
Abu Nawas.
"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya," kata Baginda.
Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ia tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti, tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan, bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin.
Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air, walaupun tidak berwarna, tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak.
Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun, Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan.
Ia yakin, bahwa dengan berpikir, akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin, bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja, atas kecerdikannya.
Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin, apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.
Mungkin sudah takdir, kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman, karena gagal melaksanakan perintah Baginda. Ia berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir, ia teringat akan sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.
"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. Lantas ia berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah, ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana.
Di pintu gerbang istana, Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal, karena Baginda sedang menunggu kehadirannya. Dengan tidak sabar, Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas yang sudah ada dihadapannya.
"Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?"
"Sudah Paduka yang mulia," jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri, sambil mengeluarkan sebuah botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.
Baginda menimang-nimang botol itu. "Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Di dalam botol itu, Tuanku yang mulia," jawab Abu Nawas penuh takzim.
"Aku tak melihat apa-apa," kata Baginda Raja.
"Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu," kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka, Baginda mencium bau busuk. Seperti bau kentut yang begitu menyengat hidung.
"Bau apa ini, hai Abu Nawas?!" tanya Baginda marah.
"Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar, maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol itu," kata Abu Nawas ketakutan.
Tetapi Baginda tidak jadi marah, karena bagi Baginda Raja, penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan seperti biasanya, untuk yang kesekian kalinya Abu Nawas selamat dari petaka berkat botol ajaib.
(",)v
Sumber : kumpulan-dongeng.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”