Pages

Jumat, 04 Maret 2011

Kepribadian Yang Terpecah (Renungan)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKSitK7-o8a-QfWH-d3y5qg7M1vL97Hc8KoEXxrlj4VK-YVC5-mfxMSDA8ahcfBF4jmO-Rz0M4yQPn7C3zAt2sWi5kebTmFLdk_iDUYu2TpxEoN9xY5Ha1XSvVlvfX21sz_PFRKBULTxE/s1600/upload-1235933742-226_jpg.jpg

Sejatinya seorang mukmin adalah seorang yang menyatu antara hati, pikiran, ucapan, dan perbuatannya. Tidak ada pertentangan antara yang satu dan lainnya. Karena memang keimanan itu adalah refleksi dan manifestasi dari makrifat atau kesadaran yang mendalam, yang terhunjam dalam hati sanubari dan terealisasikan melalui ucapan dan perbuatan. Sikap ini seharusnya mencakup dalam semua aktivitas, baik pada waktu ibadah (mahdhah) maupun dalam melakukan kegiatan muamalah.


Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS al-An'am (6): 162-163, yang masuk dalam doa Iftitah yang selalu dibaca saat kita melaksanakan shalat. "Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).''

Tidak ada dikotomi (pemisahan) antara satu kegiatan dan kegiatan lainnya. Yang ada hanyalah perbedaan tekanan dan praktiknya. Sebagai contoh, ketika melaksanakan shalat, kita diperintahkan untuk jujur dan hanya melakukan pengabdian kepada Allah SWT. Dan, ketika melakukan kegiatan ekonomi, seperti berdagang, harus pula jujur dan amanah.

Shalat yang baik akan mengantarkan seseorang masuk ke dalam surga. Demikian pula berdagang yang baik akan mengantarkan masuk ke dalam surga. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmizi, Rasulullah SAW bersabda: "Pedagang yang jujur dan terpercaya kelak di surga akan bersama para nabi, para siddiqin, syuhada, dan para salihin.''

Pejabat Muslim yang baik ketika berpakaian ihram pada waktu melaksanakan haji dan umrah, ia tidak mau melanggar aturan yang telah ditentukan syariat. Kesadaran yang semacam ini seharusnya diwujudkan pula dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pejabat. Ia tidak mau berlaku curang, zalim, melakukan korupsi yang merugikan bangsa dan negara, serta kegiatan-kegiatan buruk lainnya sebagaimana firman Allah SWT dalam QS al-Baqarah (2): 188.

Kenyataannya, di tengah kehidupan kita, betapa banyak kaum Muslimin yang tidak memiliki kepribadian utuh seperti tersebut di atas, yang tidak memisah dan memilah satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Mereka memiliki kepribadian yang terpecah (split personality). Misalnya, baik dan jujur ketika di masjid, tetapi menipu ketika melakukan kegiatan ekonomi. Baik dan jujur ketika beribadah, tetapi berlaku zalim dan korup ketika memiliki jabatan.

Karena itu, kegiatan dakwah yang mengantarkan seseorang dan umat untuk memiliki kepribadian utuh harus terus-menerus digalakkan dan ditumbuhkembangkan sehingga suasana keislaman tidak hanya ada di masjid dan mushala, tetapi juga di pasar, gedung-gedung pemerintah, dan di tempat kegiatan kehidupan lainnya. Wallahu'alam bishawab.

(",)v




Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : KH Didin Hafidhuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”