Pages

Senin, 14 Februari 2011

Budaya Dialog (Renungan)


http://maulanusantara.files.wordpress.com/2007/11/dialogue.jpg

Dalam berbagai kesempatan, Nabi Muhammad SAW mendidik para sahabatnya melalui dialog. Misalnya, dialog Nabi SAW dengan Umar bin Khatab mengenai tawanan Perang Badar yang kemudian Nabi menyetujui pendapat Umar. Ini menunjukkan betapa masalah apa pun dalam hidup ini dapat dicarikan solusinya melalui dialog.


Sebelum menjadi Rasul, Muhammad SAW juga pernah memberi teladan dialogis yang mampu meredam konflik antarsuku yang nyaris berakhir dengan bentrok fisik. Saat itu, semua suku Arab di sekitar Kota Makkah saling berebut "gengsi" untuk meletakkan kembali hajar aswad yang terlepas dari tempatnya akibat banjir. Setiap suku merasa berhak untuk menempatkannya kembali pada posisi semula. Semua bersitegang, semua merasa benar. Untunglah dicapai kesepakatan bahwa orang pertama yang masuk Masjidil Haram dipercaya menyelesaikan konflik tersebut. Muhammad, pemuda yang waktu masuk masjid pertama kali, tampil memberi solusi dengan terlebih dahulu berdialog dengan para kepala suku.

Hasil dialog itu dilanjutkan dengan menggelar sorban beliau, lalu hajar aswad diletakkan di atasnya dan diangkat secara bersama-sama menuju posisinya. Semua terakomodasi, semua diberikan haknya. Tindak kekerasan antarsuku dapat dihindari. Budaya dialog yang dilakukan Rasulullah itu mengantarkan beliau menjadi penerima "al-Amin award". Dialog merupakan jalan damai dan toleransi. Pemimpin yang tepercaya (al-amin) pasti berusaha mencari solusi terhadap berbagai persoalan secara dialogis dan damai.

Islam itu sangat menganjurkan umatnya untuk pandai bertoleransi, menghargai perbedaan pendapat, bersikap dewasa, dan tidak mudah "dijajah" oleh emosi. Karena, "orang kuat nan hebat itu bukan orang berfisik kuat, tetapi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya di saat marah". (HR Muslim).

Sungguh sangat bijaksana dan ksatria jika kita mampu membebaskan diri kita dari nafsu amarah. Kekerasan, apalagi atas nama agama, hanyalah menyisakan duka nestapa. Siapa pun yang menempuh cara-cara kekerasan pada dasarnya sedang "membutakan" mata hati dan akal sehatnya untuk berdialog. Karena itu, pendidikan dialog (at-tarbiyah al-hiwariyyah) perlu dibudayakan, baik melalui proses pembelajaran maupun dalam menangani konfik sosial keagamaan dan politik.

Kita perlu belajar dan membudayakan dialog karena Alquran menyerukan kita untuk berdialog. Allah SWT juga memperkenalkan Diri-Nya melalui dialog. Ketika hendak menciptakan Adam sebagai khalifah di muka bumi, Allah juga melibatkan malaikat untuk berdialog (QS al-Baqarah [2]: 30-35). Ketika diperintahkan untuk "menyembelih" (mengorbankan) Ismail, Ibrahim juga terlebih dahulu mengajak anaknya itu untuk berdialog (QS ash-Shaffat [37]: 102).

Budaya dialog yang komunikatif dan konstruktif dapat mencairkan ketertutupan hati untuk mau mendengar dan menghargai pendapat orang lain. Egoisitas dan merasa benar sendiri (hawa nafsu) memang sering kali menjadi hambatan bagi terciptanya budaya dialog.

(",)v




Sumber : koran.republika.co.id
Oleh : Muhbib Abdul Wahab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”